Berdasarkan data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang dihimpun dari Republika, terdapat 16 kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah pada periode Januari hingga Agustus 2023.
Adapun kasus perundungan di lingkungan sekolah paling banyak terjadi di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan proporsi 25% dari total kasus.
Kemudian perundungan juga terjadi di lingkungan Sekolah Menengah Akhir (SMA) dan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), yang sama-sama mendapatkan persentase sebesar 18,75%.
Sementara di lingkungan Madrasah Tsanawiyah dan pondok pesantren, masing-masing dengan persentase sebesar 6,25%.
Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo memaparkan, untuk Juli 2023 saja terdapat empat kasus perundungan.
Salah satu kasusnya adalah perundungan terhadap 14 siswa SMP di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang mengalami kekerasan fisik karena terlambat datang ke sekolah.
Kekerasan fisik tersebut dilakukan dengan cara menjemur dan menendang siswa SMP yang dilakukan kakak kelasnya yang sudah duduk di bangku SMA.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen FSGI mengimbau kepada Dinas Pendidikan agar segera membentuk satuan tugas (satgas) anti-kekerasan di lingkungan sekolah.
"Seluruh Dinas Pendidikan di kabupaten/kota didorong menerapkan Permendikbudristek No. 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan, di antaranya dengan membentuk satuan tugas anti kekerasan dan membuka kanal pengaduan secara daring," ujar Heru Purnomo dari keterangannya melansir dari Republika, Jumat (4/8/2023).
Data FSGI juga menunjukan, jumlah korban perundungan di satuan pendidikan selama paruh pertama 2023 adalah sebanyak 43 orang. Rinciannya, 41 orang korban berasal dari peserta didik dan dua orang lainnya adalah guru.
Sementara pelaku perundungan didominasi oleh peserta didik, yaitu sejumlah 87 orang pelaku. Diikuti oleh pendidik (5 orang), orang tua (1 orang), dan kepala madrasah (1 orang).
(Baca juga: Publik Kecam Penganiayaan, Ini Tren Kasusnya dalam Lima Tahun Terakhir di Indonesia)