Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 531 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 204 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (17/8/2024) pukul 16.16 WIB. Dari 531 titik panas terdeteksi, 18 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 498 titik skala sedang, dan 15 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Ada 137 Kejadian Bencana Alam Jelang Akhir Januari 2024, Banjir Terbanyak)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Jawa Timur sebanyak 86 titik. Kalimantan Utara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 63 titik. Kepulauan Bangka Belitung berada di posisi ketiga sebanyak 57 titik panas.
Sebanyak 53 titik panas terdeteksi di Jawa Tengah, Kalimantan Timur menyusul dengan 44 titik panas, serta Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan masing-masing memiliki 44 dan 34 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Banjir Dominasi Bencana Alam di Indonesia Akhir Februari 2024)