Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diterima Databoks menunjukkan bahwa luas perhutanan sosial Indonesia mencapai 7,21 juta hektare (ha) per Agustus 2024.
Penambahan luas perhutanan sosial ini berfluktuasi setiap tahunnya.
KLHK mengakumulasi luas perhutanan sosial pada 2007-2014 sebesar 437,3 ribu ha. Setahun kemudian, penambahan luas perhutanan sosial mencapai 106,6 ribu ha.
Angkanya kemudian meningkat signifikan menjadi 684,24 ribu ha pada 2017. Bahkan pada 2018, penambahan tembus 1,06 juta ha.
Penambahan cukup agresif juga terjadi pada 2019 sebesar 1,74 juta ha. Ini menjadi penambahan yang tertinggi selama sedekade terakhir.
Namun, luas penambahan perhutanan sosial turun drastis pada 2020, disinyalir karena dampak dari pembatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19.
Ekspansi terus dilakukan hingga resilien pada 2023 dengan capaian penambahan 827,82 ribu ha. Data terakhir pada Agustus 2024 sudah bertambah lagi 1,07 juta ha.
Di samping itu, KLHK mengkalkulasikan luas lahan kemitraan konservasi sebesar 321,83 ribu ha dan kemitraan kehutanan perhutani produktif (KKPP) sebesar 9,58 ribu ha.
Maka, total luas akses lahan kelola masyarakat sebesar 7,55 juta ha. Pengelolaan ini melibatkan 1,36 juta kepala keluarga (KK) dengan 10,85 ribu unit SK.
Sebagai informasi, program perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang berada di kawasan hutan negara atau hutan hak atau hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat lokal atau berdasarkan hukum adat.
(Baca juga: Hasil Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Mayoritas Bukan Kayu)