Laporan TIFA Foundation dan Populix mengungkapkan, baru 83% responden jurnalis atau 447 orang yang memiliki asuransi. Sementara 17% lainnya tidak memiliki satu pun asuransi selama bekerja sepanjang 2023.
Berdasarkan status jurnalisnya, kontributor menjadi jurnalis yang paling sedikit mengantongi asuransi.
"Mayoritas jurnalis mengaku sudah memiliki asuransi, namun pada jurnalis kontributor, hampir separuh tidak memiliki asuransi," kata tim riset dalam laporan Temuan Kunci Indeks Keselamatan Jurnalis 2023.
Tim riset kemudian membedahnya berdasarkan jenis asuransi. Pertama, BPJS Ketenagakerjaan dimiliki oleh 82% jurnalis penuh waktu.
BPJS Ketenagakerjaan pun dimiliki 82% jurnalis kontrak. Sementara hanya 36% jurnalis kontributor yang memiliki BPJS Ketenagakerjaan.
Kedua, BPJS Kesehatan yang dimiliki 80% jurnalis penuh waktu. Jenis asuransi ini juga dimiliki 63% responden jurnalis kontrak, lebih rendah bila dibandingkan jurnalis kontributor yang mengantongi asuransi ini sebanyak 72%.
Ketiga, asuransi jiwa, dimiliki oleh 35% jurnalis penuh waktu. Sementara jurnalis kontrak dan kontributor memiliki asuransi ini dengan proporsi seimbang, 17%.
Keempat, asuransi kesehatan swasta, dimiliki 29% jurnalis penuh waktu. Sementara sisanya ada jurnalis kontrak 13% dan jurnalis kontributor 16%.
Sebagai catatan, setiap status atau posisi jurnalis memiliki jumlah responden yang berbeda. Responden jurnalis penuh waktu sebanyak 220 orang; jurnalis kontrak 174 orang; dan jurnalis kontributor 53 orang.
Secara umum, survei ini menyasar 536 responden jurnalis aktif. Dari jumlah responden tersebut, 67% di antaranya laki-laki dan 33% perempuan. Berdasarkan generasi, mayoritas merupakan milenial atau 28-43 tahun (66%); gen X dan boomer atau 44-60 tahun (21%); dan gen Z tau 17-22 tahun (16%).
Berdasarkan tingkat pendidikan, lebih banyak lulusan sarjana S1 (66%); akademi dan setingkatnya (21%); SMA (9%); dan sarjana S2 (4%). Status pekerjaannya lebih banyak jurnalis penuh waktu (45%); jurnalis kontrak (36%); dan kontributor (19%).
Mereka tersebar di Pulau Jawa (44%); Sumatera (19%); Kalimantan (9%); Sulawesi (9%); Maluku-Maluku Utara (8%); Bali-Nusa Tenggara (6%); dan Papua (5%).
Pengumpulan data melalui survei untuk Indeks Keselamatan Jurnalis dilakukan pada 22 Januari-13 Februari 2024 dengan metode self-filling oleh para jurnalis.
Ada dua metode pengumpulan data, yakni kuantitatif dan kualitatif. Pada pengumpulan data kuantitatif, tim riset tidak hanya menyurvei, tetapi juga mengambil data sekunder berupa data kekerasan terhadap jurnalis yang dihimpun oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia sebelumnya. Sementara data kualitatifnya dengan mengadakan focus group discussion (FGD) dan in-depth interview dengan sejumlah stakeholder di bidang jurnalistik.
(Baca juga: 45% Jurnalis RI Alami Kekerasan pada 2023, Intimidasi hingga Ancaman Pembunuhan)