Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 343 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 38 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Rabu (31/1/2024) pukul 08.52 WIB. Dari 343 titik panas terdeteksi, 10 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 322 titik skala sedang, dan 11 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Ada 137 Kejadian Bencana Alam Jelang Akhir Januari 2024, Banjir Terbanyak)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Timur sebanyak 117 titik. Sulawesi Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 27 titik. Maluku Utara berada di posisi ketiga sebanyak 26 titik panas.
Sebanyak 20 titik panas terdeteksi di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan menyusul dengan 17 titik panas, serta Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Utara masing-masing memiliki 17 dan 14 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Gunung Semeru Erupsi pada Rabu Pagi, Tingkat Aktivitas di Level Siaga)