Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang Januari-Juni 2023 ada 1.250 perusahaan yang melanggar aturan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Perusahaan pelanggar UMP itu paling banyak berada di Jawa Barat, Papua Barat, Jawa Timur, Banten, dan Sulawesi Selatan.
Secara keseluruhan, pada Januari-Juni 2023 ada 24 provinsi yang memiliki kasus pelanggaran UMP.
Sementara ada 10 provinsi yang tidak tercatat memiliki kasus tersebut, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Daftar Lengkap UMP 2024 di 38 Provinsi Indonesia)
UMP adalah patokan upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi.
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, upah minimum berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun (Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 88E).
Kemudian bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 tahun atau lebih, pengupahannya berpedoman pada struktur dan skala upah yang dibuat perusahaan (Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 92).
UU tersebut juga menegaskan, perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 88E).
Perusahaan yang melanggar bisa dikenai sanksi pidana penjara antara 1-4 tahun, dan/atau pidana denda antara Rp100 juta-Rp400 juta (Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 88E).
Namun, UU tersebut memberi pengecualian untuk "usaha mikro" dan "usaha kecil" (Bab IV Ketenagakerjaan Pasal 90B).
Dengan begitu, perusahaan skala mikro dan kecil kini tak wajib mengikuti aturan upah minimum.
Berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 2021, kriteria usaha mikro adalah memiliki modal usaha paling banyak Rp1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2 miliar.
Kemudian kriteria usaha kecil adalah memiliki modal usaha >Rp1 miliar sampai Rp5 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau hasil penjualan tahunan >Rp2 miliar sampai Rp15 miliar.
(Baca: UMP Indonesia Naik Rp2,5 Juta dalam 20 Tahun)