Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 ada 516.334 kasus perceraian di Indonesia yang telah diputus oleh pengadilan.
Adapun angka itu hanya mencakup perceraian pasangan yang beragama Islam.
Sebanyak 75,21% atau 388.358 kasus perceraian yang dicatat BPS merupakan cerai gugat, yakni perkara perceraian yang diajukan oleh istri atau kuasanya yang sah.
Kemudian 24,79% atau 127.986 kasus lainnya merupakan cerai talak, yakni perkara perceraian yang diajukan oleh suami atau kuasanya yang sah.
Laporan BPS juga menunjukkan, tren kasus cerai gugat terus meningkat semenjak pandemi Covid-19. Begitu pula dengan kasus cerai talak, yang juga naik meski kenaikannya tak sebesar cerai gugat.
Besarnya tren kenaikan cerai gugat dan cerai talak mengakibatkan kasus perceraian di Indonesia kembali melonjak pada 2022, bahkan mencapai angka tertinggi dalam enam tahun terakhir.
(Baca: Kasus Perceraian di Indonesia Melonjak Lagi pada 2022, Tertinggi dalam Enam Tahun Terakhir)
Adapun menurut Kepala Subdirektorat Bina Keluarga Sakinah Kementerian Agama (Kemenag) Agus Suryo Suripto, perceraian menjadi masalah keluarga paling serius di Indonesia sampai saat ini.
Menurut Agus, saat ini ada satu dari empat keluarga Indonesia yang berakhir di Pengadilan Agama alias bercerai. Agus juga menyebut banyak kasus perceraian yang diajukan perempuan mapan.
"Dari 93% perempuan yang mengajukan gugat cerai itu, 73% adalah perempuan-perempuan yang mapan secara ekonomi,” kata Agus, dilansir dari Liputan6.com, Jumat (6/10/2023).
Adapun menurut BPS, faktor penyebab perceraian di Indonesia sepanjang 2022 bervariasi, mulai dari perselisihan, ekonomi, meninggalkan salah satu pasangan, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
(Baca: Pertengkaran Terus-Menerus, Faktor Utama Penyebab Perceraian di Indonesia pada 2022)