Berdasarkan data realtime yang dihimpun Bloomberg, rupiah menjadi mata uang dengan nilai tukar terlemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kawasan Asia. Adapun 1 US$ ditukar seharga Rp15.938 pada pencatatan Jumat (27/10/2023) pukul 16.30 WIB.
Bila dibandingkan dengan 10 negara besar lainnya di kawasan Asia, nilai itu sangat jauh. Data Bloomberg menunjukkan, dolar Singapura (SGD) tercatat yang paling kuat, yakni SGD1,36 per US$.
Bahkan negara tetangga, ringgit Malaysia pun punya nilai tukar cukup kuat, yakni MYR4,77 per US$. Ini menjadi mata uang terkuat kedua di kawasan Asia yang didata oleh Bloomberg.
Mata uang negara berkembang berpenduduk padat seperti rupee India punya nilai tukar sebesar INR83,24 per US$. Sementara yuan Tiongkok sebesar CNY7,3 per US$.
Won Korea Selatan menjadi mata uang dengan nilai tukar terlemah kedua setelah Indonesia. Nilai tukar 1 US$ tercatat sebesar KRW1.355.
Melansir Harian Kompas, kurs mata uang asing, khususnya di Asia, sebenarnya memang megalami pelemahan sepanjang 2023. Ini menjadi fenomena yang aneh sebab sentra pertumbuhan global dengan ekspor yang meningkat berada di kawasan Asia. Keuangan AS sendiri sebenarnya tengah goyah, mengingat plafon utangnya yang sudah masuk level membahayakan.
Terdapat sejumlah faktor pendorong melemahnya nilai tukar mata uang Asia terhadap dolar. Satu di antaranya kabar pelemahan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok.
"Bank Sentral China malah menurunkan suku bunga inti di tengah tren kenaikan suku bunga oleh The Fed. Situasi ini turut menyeret mata uang kawasan dengan pola pelemahan serupa," tulis Simon P. Saragih dalam laporan Harian Kompas, Dollar AS Tetap Jadi ”Raja” bagi Mata Uang Asia, Jumat (13/10/2023).
Faktor geopolitik juga berperan dalam pelemahan mata uang. Tersendatnya pasokan membuat kiriman barang berkurang, sedangkan uang beredar bertambah. Kondisi ini mendorong inflasi, menurut ekonom Joseph Stiglitz.
Beberapa konflik seperti invasi Rusia ke Ukraina, rentetan sanksi ekonomi oleh AS kepada Tiongkok, dan strategi perang ekonomi lainnya turut menyebabkan tersendatnya pasokan pangan, migas, dan barang-barang global.
"Ini mendorong inflasi yang membuat AS terpaksa menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi," kata penulis.
(Baca juga: Rupiah Masuk Daftar 10 Mata Uang Terlemah di Dunia)