Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan, total emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor industri Indonesia mencapai 238,1 juta ton CO2e pada 2022. Angka ini meningkat dari 2021 yang sebesar 222,9 juta ton CO2e.
Berdasarkan komponennya, penggunaan energi industri menyumbang emisi paling banyak, yakni 152,2 juta ton CO2e atau 64% dari total emisi GRK industri. Angka ini meningkat signifikan dari 2021 sebesar 125,1 juta ton CO2e.
Komponen terbanyak kedua adalah limbah industri yang mengeluarkan emisi sebesar 56,1 juta ton CO2e atau 24% dari total emisi industri. Kabar baiknya, angka ini menurun dari 2021 yang sebesar 68,6 juta ton CO2e.
Komponen ketiga ada industrial process and product use (IPPU) atau proses industri dan penggunaan produk yang menyumbang 29,7 juta ton CO2e atau 12%. Volume ini naik dari 2021 yang sebesar 29 juta ton CO2e.
Jika dilihat lima tahun terakhir, emisi GRK industri pada 2022 masih di bawah 2019 dengan total hingga 240,7 juta ton CO2e. Emisi pada 2019 memang jadi yang terbesar selama 8 tahun terakhir. Sementara penurunan pada 2020-2021 disinyalir karena pembatasan aktivitas akibat Covid-19.
Kemenperin menyebut, emisi GRK sektor industri di Indonesia dari 2015-2022 sebesar 8-20% dibandingkan dengan total emisi GRK nasional.
“Untuk itu, perlu dilakukan upaya dekarbonisasi yang masif dan terstruktur,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Rapat Kerja Kementerian Perindustrian 2023 di Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Dekarbonisasi yang dimaksud merujuk pada proses pengurangan emisi GRK, terutama karbon dioksida, yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Agus mengakui, sebagai negara dengan populasi besar dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, Indonesia menjadi salah satu kontributor utama emisi karbon di tingkat regional.
(Baca juga: Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia Meningkat pada 2022, Tembus Rekor Baru)