Menurut data Madani Berkelanjutan, selama periode Januari-Agustus 2023 luas indikatif kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Barat (Kalbar) mencapai 108.791 hektare.
Jika dibayangkan, angka itu kira-kira setara dengan 1.360 kali lipat area Monumen Nasional (Monas) yang luasnya 80 hektare.
(Baca: Awal Puncak Kemarau, Kebakaran Hutan Indonesia Melonjak pada Agustus 2023)
Selain Kalbar, provinsi lain dengan area indikatif karhutla terluas nasional periode Januari-Agustus 2023 adalah Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Riau, dan Aceh, seperti terlihat pada grafik.
Madani Berkelanjutan memantau luas karhutla ini dengan metode Area Indikatif Terbakar (AIT), yakni estimasi area yang diduga tinggi telah/sedang terbakar berdasarkan data sebaran titik panas yang terkumpul dan bertahan pada waktu relatif lama.
"Dalam 4 tahun terakhir, persandingan pemodelan AIT dengan burn scar yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki persentase kemiripan 82%-97%. Artinya AIT bisa dikatakan cukup kredibel untuk mengetahui indikasi karhutla dengan lebih cepat," kata tim Madani Berkelanjutan dalam laporan Ancaman Karhutla di Kala El-Nino Menerpa (Agustus 2023).
Menanggapi data ini, Madani Berkelanjutan pun memberi sejumlah rekomendasi untuk pemerintah Indonesia, mulai dari meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla di wilayah-wilayah rawan, memprioritaskan pemadaman di area gambut yang terbakar, sampai menghentikan pemberian izin industri di area hutan alam dan ekosistem gambut.
"Karhutla juga mengancam pencapaian komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi yang dikukuhkan melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan FOLU Net Sink 2030. Target nol karhutla yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2030 sedang menghadapi tantangan besar," kata mereka.
(Baca: Kebakaran Hutan Meningkat, Mayoritas di APL dan Hutan Produksi)