Indonesia merupakan negara pemberi subsidi LPG terbesar di dunia pada 2021. Hal ini tercatat dalam laporan Bank Dunia yang berjudul Detox Development, Repurposing Environmentally Harmful Subsidies (Juni 2023).
Menurut laporan tersebut, sepanjang 2021 pemerintah Indonesia mengucurkan subsidi LPG senilai USD 2,2 miliar atau sekitar Rp30,8 triliun (asumsi kurs tengah tahun 2021 Rp14.269 per USD).
Negara lain yang banyak mengucurkan subsidi LPG adalah Aljazair, Ekuador, Arab Saudi, Venezuela, Bolivia, Rusia, Angola, Ceko, dan Sri Lanka dengan rincian seperti terlihat pada grafik di atas.
Adapun dari 191 negara yang didata Bank Dunia, pada 2021 hanya ada 15 negara yang mengucurkan subsidi LPG.
Selain yang tercatat di atas, subsidi serupa juga terdapat di Brunei Darussalam, Republik Kirgizstan, Bangladesh, Kosta Rika, dan Tajikistan.
(Baca: Konsumsi LPG Naik Lagi pada 2022, Capai Rekor Tertinggi Sedekade)
Jika dihitung secara global, subsidi bahan bakar fosil yang dikucurkan negara-negara di seluruh dunia pada 2021 totalnya diperkirakan mencapai USD 577 miliar.
Angka tersebut mencakup seluruh subsidi untuk konsumen dan produsen, baik untuk produk LPG, kerosene/minyak tanah, gas bumi, batu bara, listrik energi fosil, dan berbagai produk olahan minyak bumi.
Bank Dunia pun mengkritisi hal ini, lantaran subsidi energi fosil dinilai memiliki dampak buruk, baik bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
"Pemerintah di berbagai negara membelanjakan uang triliunan untuk subsidi yang tidak efisien, yang memperburuk perubahan iklim," kata Bank Dunia dalam laporannya.
"Penggunaan bahan bakar fosil, yang didorong lewat subsidi, merupakan faktor pemicu utama dari 7 juta kematian dini setiap tahunnya akibat polusi udara," lanjutnya.
Merespons hal ini, Bank Dunia merekomendasikan agar negara-negara mengalihkan dana subsidi energi fosil ke program-program yang mendukung mitigasi perubahan iklim dan transisi energi yang berkeadilan.
"Di tengah anggaran yang terbatas, peningkatan utang, ketidaksetaraan yang melebar, dan degradasi lingkungan yang memburuk, pemerintah harus memprioritaskan reformasi subsidi yang komprehensif," kata Bank Dunia.
"Keyakinan bahwa reformasi subsidi akan mempengaruhi masyarakat miskin, tidak selalu didukung data. Dalam beberapa kasus, seperti dalam subsidi energi, kelompok orang kaya lebih diuntungkan karena konsumsi mereka yang tinggi," lanjutnya.
"Untuk melindungi kelompok rentan selama reformasi subsidi, kami merekomendasikan pemberian kompensasi kepada kelompok yang paling miskin lewat transfer tunai atau bantuan langsung," kata Bank Dunia.
(Baca: Impor LPG Kian Meningkat, Tembus Rekor Baru pada 2022)