Pemprov DKI Jakarta telah memiliki berbagai program untuk mencegah dan menanggulangi bencana banjir tahunan di Ibu Kota.
Program itu mencakup pembangunan dan revitalisasi sistem drainase, sampai pengerukan waduk, situ, embung, sungai, atau saluran air lainnya.
Kendati demikian, kondisi banjir Jakarta tampaknya belum banyak berubah dalam lima tahun terakhir.
Menurut data BPBD DKI, selama periode 2018-2022 jumlah wilayah terdampak banjir di Ibu Kota cenderung stabil di kisaran 200-300 rukun warga (RW) per tahun seperti terlihat pada grafik.
Pengecualian terjadi pada 2020, di mana wilayah terdampak banjir sempat melonjak jadi 1.052 RW. Pemprov DKI menyebut lonjakan ini terjadi karena curah hujan ekstrem, yang besarnya mencapai tiga kali lipat di atas normal.
"Dimensi drainase kota Jakarta dirancang untuk menampung debit air dengan curah hujan maksimal 120 milimeter/hari. Namun, pada beberapa hujan besar ekstrem yang terjadi di Jakarta, curah hujan melebihi kapasitas tersebut," kata Pemprov DKI di situs resmi Pantau Banjir Jakarta.
"Contohnya pada 1 Januari 2020, curah hujan Jakarta mencapai 377 milimeter/hari dan merupakan yang tertinggi selama 24 tahun. Sehingga banjir pun melanda sebagian besar wilayah Ibu Kota," lanjutnya.
Adapun pada awal 2023 Presiden Jokowi bakal melanjutkan proyek normalisasi Sungai Ciliwung yang sempat mangkrak, demi mengurangi banjir di Jakarta.
"Normalisasi Sungai Ciliwung ini tinggal sekitar 17 kilometer. Setelah berhenti agak lama, ini akan segera kita mulai karena sudah ada beberapa titik yang sudah dibebaskan, misalnya di Rawajati, segera bisa dimulai konstruksinya oleh Kementerian PUPR," kata Jokowi dalam siaran pers di situs resmi Kementerian PUPR, Selasa (21/2/2023).
"Kita harapkan hingga akhir 2024 yang 17 kilometer itu Insya Allah selesai. Sehingga normalisasi Sungai Ciliwung betul-betul rampung dan akan sangat mengurangi banjir," lanjut Jokowi.
(Baca: BNPB: Tren Banjir di Indonesia Cenderung Menurun dalam Tiga Tahun Terakhir)