Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi dan Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas, pemerintah memiliki anggaran hampir Rp 500 triliun untuk menangani masalah kemiskinan.
Namun, pemanfaatan dana tersebut belum sepenuhnya tepat sasaran.
"Misal, ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada. Tapi, bukan kurang-lebih Rp 500 triliun habis untuk studi banding dan rapat," kata Azwar dalam siaran persnya, Minggu (29/1/2023).
Adapun menurut Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), selama periode 2012-2021 realisasi belanja bantuan sosial (bansos) untuk penduduk miskin jauh dari angka Rp 500 triliun yang disebutkan Azwar.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012 mendefinisikan "belanja bansos untuk penanggulangan kemiskinan" sebagai kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
Selama periode 2012-2014, realisasi belanja bansos untuk penanggulangan kemiskinan berkisar Rp 11 triliun per tahun. Angkanya kemudian sempat berkurang jauh pada 2015-2016, dan naik lagi hingga mencapai titik tertinggi saat pandemi 2020-2021 seperti terlihat pada grafik.
Seiring dengan adanya bansos tersebut, jumlah penduduk miskin Indonesia sudah berkurang dari 28,7 juta orang (September 2012) menjadi 26,5 juta orang (September 2021). Kemudian pada September 2022 jumlahnya turun tipis menjadi sekitar 2,64 juta orang, dengan persentase kemiskinan 9,57%.
Kendati demikian, penurunan kemiskinan itu masih jauh dari target.
"Target kemiskinan pada 2024 adalah 7%. Artinya, bila mengacu data per September 2022, dalam dua tahun ke depan minimal kita harus turunkan kemiskinan kira-kira 1,2% per tahun sehingga bisa mencapai 7% pada 2024. Ini tugas yang tidak ringan," kata Azwar.
Azwar menyatakan Kemenpan-RB akan mendukung penurunan kemiskinan melalui reformasi birokrasi tematik, meliputi perbaikan proses bisnis, perbaikan data, perbaikan regulasi/kebijakan, reformulasi program/kegiatan sehingga lebih tepat sasaran, penyediaan dukungan teknologi melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan lain-lainnya.
"Arahan Presiden Jokowi menyatakan, semua program terkait kemiskinan harus selaras, dari pusat sampai daerah. Anggaran terkait kemiskinan dengan segala ekosistemnya yang tersedia, yang bila ditotal berkisar Rp 500 triliun, diharapkan menghasilkan dampak penurunan kemiskinan yang lebih signifikan," kata Azwar.
(Baca: 10 Provinsi dengan Penduduk Miskin Terbanyak September 2022)