Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik bruto (PDB) sektor pertambangan minyak, gas, dan panas bumi atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp461,7 triliun pada 2021.
Jika diukur menurut besaran PDB atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, sektor pertambangan minyak, gas, dan panas bumi mengalami kontraksi sedalam 4,42% pada tahun lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
(Baca: Realisasi Investasi Migas Baru 54% pada Kuartal III-2021)
Kontraksi tersebut merupakan yang kelima kalinya secara beruntun dalam 5 tahun terakhir, serta ke-9 kalinya dalam 11 tahun terakhir seperti terlihat pada grafik.
Investasi yang mahal dan berisiko tinggi membuat para investor enggan menanamkan dananya di sektor tersebut. Hal ini membuat produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan seiring turunnya produksi sumur-sumur minyak yang sudah tua dan terbatasnya penemuan sumur baru.
Ladang-ladang minyak dan gas Indonesia yang terletak di lautan dalam menjadi salah satu tantangan bagi para investor untuk berinvestasi di sektor tersebut.
(Baca: Volume Impor Minyak Indonesia Meningkat 14% Pada 2021)
Indonesia yang pernah tergabung sebagai negara eksportir minyak dan tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC, kini harus impor minyak untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) domestik yang terus meningkat.