Cukai tembakau yang terus mengalami kenaikan dan pembatasan lingkungan bagi para perokok menekan industri pengolahan tembakau nasional. Banyak industri rokok sekala kecil di daerah-daerah tutup dampak dari kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan tembakau atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp135,14 triliun pada 2021. Nilai tersebut porsinya mencapai 4,59% dari total PDB industri pengolahan non-migas serta 0,8% dari PDB nasional.
(Baca: Cukai Naik 12%, Berikut Daftar Harga Rokok per Bungkus Mulai Januari 2022)
Jika diukur menurut besaran PDB atas dasar harga konstan ADHK (2010), industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi 1,32% pada 2021 dibanding tahun sebelumnya.
Kontraksi tersebut merupakan yang kedua kalinya secara beruntun dalam 2 tahun terakhir. Industri pengolahan tembakau juga mengalami kontraksi sedalam 5,78% pada 2020. Dalam 11 tahun terakhir, industri pengolahan tembakau mengalami kontraksi sebanyak 4 kali seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Jawa Timur Terima Dana Bagi Hasil Cukai Terbesar pada 2020)
Pemerintah menargetkan pendapatan dari cukai sebesar Rp203,9 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Sebagian besar pendapat cukai tersebut berasal dari cukai hasil tembakau.
Sebagai informasi, realisasi pendapatan dari cukai hasil tembakau mencapai Rp179,83 triliun pada 2020. Nilai tersebut porsinya sebesar 96,74% dari total pendapatan cukai.