Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meporkan posisi utang pemerintah per akhir Desember dalam laporan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021 mencapai Rp 6.908,87 triliun. Utang tersebut naik 2,9% dari Rp 6.713,24 triliun pada bulan sebelumnya.
Kemenkeu mencatat, dengan asumsi Produk Domesik Bruto (PDB) 2021 yang sebesar Rp16.850,20, maka rasio utang pemerintah per Desember 2021 terhadap PDB menjadi sebesar 41%.
Jika dirinci, utang pemerintah dari surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 6.090,31 triliun atau 88,15% dari total. Utang tersebut terdiri dari SBN domestik yang sebesar Rp 4.822,87 triliun dan SBN valuta asing (valas) sebesar Rp 1.267,44 triliun.
Kemudian, utang pemerintah berupa pinjaman sebesar Rp 818,56 triliun atau 11,85%. Tercatat, utang pemerintah yang berasal dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 13,25 triliun.
Sementara utang pemerintah yang berasal dari luar negeri tercatat sebesar Rp 805,31 triliun. Utang tersebut meliputi pinjaman bilateral sebesar Rp 296,14 triliun, pinjaman multilateral sebesar Rp 466,83 triliun, dan pinjaman bank komersial Rp 42,34 triliun.
Kemenkeu menjelasakan, komposisi utang pemerintah masih terjaga di tengah pandemi Covid-19. Utang pemerintah jika dikelola dengan baik dapat mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi jika tidak dikelola dengan baik akan berpotensi membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah.
Maka dari itu, pemerintah merumuskan strategi pembiayaan melalui Strategi Pembiayaan Utang Jangka Menengah/ SPUJM maupun Strategi Pembiayaan Tahunan melalui Utang/SPT. Secara umum, pemerintah selalu berkomitmen untuk menerapkan strategi pengelolaan utang yang pruden, fleksibel dan oportunistik agar dapat menghasilkan pembiayaan APBN yang makin efisien dengan risiko terkendali.
(baca: Utang Pemerintah Tembus Rp 6.713,24 Triliun pada November 2021)