Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekonomi Bali kembali mengalami kontraksi sedalam 2,91% pada kuartal III 2021 (year-on-year/yoy). Kontraksi ini terjadi setelah sempat bangkit dari masa resesi dengan mengalami pertumbuhan positif pada kuartal II 2021 sebesar 2,88% (yoy).
Adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat untuk wilayah Jawa-Bali diduga berdampak negatif terhadap aktivitas ekonomi Bali di sejumlah kategori lapangan usaha. Dari 17 kategori lapangan usaha penyusun Produk Domestik Bruto (PDRB), sebanyak 11 kategori mengalami kontraksi pada kuartal III-2021.
Kontraksi terdalam tercatat pada lapangan usaha kategori transportasi dan pergudangan, yaitu minus 16,03%. Kemudian diikuti kontraksi pada kategori penyediaan akomodasi dan makan minum, yaitu minus 8,47%, dan kontraksi pada kategori jasa perusahaan minus 7,53%.
Sebanyak 6 kategori lapangan usaha tercatat mampu tumbuh positif secara y-on-y pada kuartal III-2021. Pertumbuhan tertinggi tercatat pada lapangan usaha kategori jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 7,29%, diikuti kategori pengadaan listrik dan gas yang tumbuh sebesar 2,74%, dan kategori konstruksi sebesar 0,84%.
Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan negatif terjadi pada Komponen Impor Luar Negeri yang tercatat mengalami konstraksi sedalam minus 52,02%. Diikuti oleh pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar minus 1,09%.
Sedangkan komponen pengeluaran lainnya menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Peningkatan tertinggi dialami oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P), yakni sebesar 3,73%, disusul dengan Komponen Pengeluaran LNPRT 2,75%, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 1,15%, dan Komponen Ekspor Luar Negeri tercatat mengalami peningkatan sebesar 0,49%.
(Baca: Perekonomian Kota Denpasar Terbesar di Bali pada 2020)