Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah sebesar Rp 6.570,17 triliun pada Juli 2021. Angka ini setara dengan 40,51% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Posisi utang pemerintah pada Juli 2021 meningkat 20,9% dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 5.434,86 triliun. Selain itu, rasio utang pemerintah terhadap PDB lebih tinggi dari Juli 2020 yang sebesar 33,63%. Ini dikarenakan kondisi ekonomi Indonesia masih dalam fase pemulihan akibat pandemi virus corona Covid-19.
Sebanyak Rp 5.727,71 triliun atau 87,18% dari utang pemerintah berupa surat berharga negara (SBN). Rinciannya, SBN domestik mencapai Rp 4.437.61 triliun dan SBN valuta asing (valas) Rp 1.290,09 triliun.
Sementara, sebanyak Rp 842,46 triliun atau 12,82% utang pemerintah berasal dari pinjaman. Dari jumlah tersebut, pinjaman sebesar Rp 12,7 triliun berasal dari dalam negeri.
Kemudian, pemerintah memiliki pinjaman sebesar Rp 829,76 triliun yang berasal dari luar negeri. Rinciannya, pinjaman bilateral sebanyak Rp 312,64 triliun, pinjaman multilateral Rp 474,39 triliun, dan pinjaman bank komersial Rp 42,73 triliun.
Kemenkeu menyebut, terdapat beberapa langkah untuk meminimalisasi risiko utang pemerintah. Salah satunya dengan memanfaatkan fleksibilitas instrumen utang lewat pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efeisien.
Kemenkeu juga memanfaatkan dukungan Bank Indonesia sebagai standby buyer untuk menekan biaya utang. Kemudian, menjaga komposisi utang domestik lebih besar daripada utang valas.
Lalu, mendorong pembiayaan sejumlah proyek dengan skema engan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta blended financing. Kedua skema tersebut memungkinkan sektor swasta terlibat dalam sejumlah proyek infrastruktur di dalam negeri.
(Baca: Pemerintah Tanggung Beban Utang BLBI Rp 105,45 Triliun)