Pasca terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat pada 9 November 2016, pasar finansial global mengalami ketidakpastian. Risiko investasi (CDS/Credit Default Swaps) negara-negara pasar berkembang meningkat akibat kekhwatiran terhadap kebijakan Donald Trump akan cenderung protektif. Risiko investasi (CDS) Indonesia pada 11 November sempat mencapai level 262,48 dan nilai tukar rupiah sempat memelemah hingga di atas Rp 13.800 per dolar AS.
Pada 13 November 2016, JP Morgan mengeluarkan riset mengenai pasar berkembang dengan tajuk Trump Forces Tactical Changes. Dalam riset tersebut JP Morgan menurunkan rekomendasi investasi Indonesia, Turki, serta Brasil. JP Morgan merekomendasikan pengaturan ulang alokasi portofolio di Indonesia kepada para investor karena lembaga finansial Amerika tersebut memangkas dua level rekomendasi investasi dari overweight (OW) menjadi underweight (UW). Hal ini dianggap oleh pemerintah Indonesia tidak tepat dan tidak sesuai dengan fundamental makroekonomi Indonesia. Ekonomi Indonesia yang tumbuh 5 persen dan lebih baik negara lainnya tidak dimasukkan dalam rekomendasi JP Morgan tersebut.
Pemerintah memutuskan untuk mengakhiri hubungan kerjasama dengan JP Morgan melalui surat yang bertanggal 17 Desember 2016. Mulai 1 Januari 2017, JP Morgan tidak boleh lagi menerima setoran penerimaan negara Indonesia dari siapapun. Pada 2015, JP Morgan juga pernah membuat pemerintah Indonesia marah karena pada risetnya bertanggal 20 Agustus 2015 merekomendasikan kepada investor agar mengurangi kepemilikan di surat utang Indonesia.