Berpijak pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Amerika Serikat menjadi pemasok utama kedelai Indonesia. Nilai dan bobot impornya melebihi negara lain, seperti Kanada, Bolivia, atau Malaysia.
Selama delapan tahun terakhir, volume impornya berfluktuasi. Namun, berat tertinggi jatuh pada 2017 yang sebesar 2,63 juta ton.
Setelahnya, volume impor kedelai cenderung turun. Terendah pada 2022 dengan berat 1,92 juta ton.
(Baca juga: 10 Komoditas Pangan yang Banyak Diimpor Indonesia dari AS)
Meski pengiriman kedelai pada 2017 tercatat paling tinggi, nilai total barang impor (CIF) pada tahun tersebut sebesar US$1,13 miliar. Kontradiktif dengan 2022, yang mencatat bobot terendah, memiliki nilai impor hingga US$1,36 miliar—tertinggi dalam delapan tahun terakhir.
Sementara data volume impor teranyar pada 2024 mencapai 2,37 juta ton. Nilai impornya mencapai US$1,24 miliar.
Volume dan nilai impor kedelai dari Amerika Serikat bisa jadi menanjak dalam beberapa waktu ke depan. Ini karena pemerintah berencana menambah impor komoditas pangan dari AS—setelah panasnya perang dagang dan penetapan tarif resiprokal dari Presiden AS, Donald Trump.
(Baca juga: Tarif Trump Bisa Kontribusi ke PDB AS hingga 0,95%, Terbesar sejak 1982)
Melansir Inilah.com, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meyakinkan penambahan ini tidak akan mengganggu swasembada pangan nasional.
“Swasembada pangan sama sekali tidak terganggu dengan apa yang direncanakan dibeli dari Amerika Serikat,” ujar Airlangga dalam konferensi pers virtual di Washington, dikutip di Jakarta, Sabtu (19/4/2025).
Dia menjelaskan, produk-produk yang akan dibeli dari Amerika Serikat, seperti gandum, kacang kedelai, maupun susu kedelai, merupakan produk yang biasa diimpor Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
(Baca juga: Bobot Impor Kedelai Indonesia Meningkat 17% pada 2024)