Boeing tengah menjadi sorotan setelah salah satu jetnya, Boeing 737 Max 9, yang digunakan Alaska Airlines dengan nomor penerbangan 1282 mengalami ledakan pada panel badannya, Jumat (5/1/2024).
Pesawat yang membawa total 180 penumpang dan kru kabin itu lepas landas dari Portald, Oregon menuju Ontario, California pukul 17.07 waktu setempat. Namun baru 20 menit berjalan, ledakan tersebut terjadi sehingga membuat pintu darurat copot dan jatuh dari ketinggian 16 ribu kaki.
Penumpang mengalami ketakutan hingga barang-barang mereka banyak yang terjatuh karena tersedot angin yang begitu kencang.
“Ada ledakan sangat keras di bagian kiri belakang pesawat, setelah itu ada suara 'woosh' dan semua masker udara turun," kata Evan Smith, penumpang, dikutip Detiktravel dari BBC, Minggu (7/1/2024).
Evan juga menyaksikan ada balita dalam barisan pintu darurat yang terlepas tersebut. Baju miliknya tersedot keluar pesawat. "Ibunya memeganginya untuk memastikan anak itu tidak ikut terbawa," kata Evan.
Pesawat pun mendadak putar balik ke Portland. Seluruh penumpang dipastikan selamat.
(Baca juga: Ini Pesawat Terbang dengan Rasio Kecelakaan Tertinggi di Dunia)
Atas kejadian itu, Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA) menerbitkan larangan terbang seluruh Boeing 737 Max 9.
Hasil investigasi awal United Airlines menemukan adanya baut yang longgar dan masalah pemasangan lainnya pada sejumlah pesawat 737 Max 9. Setidaknya ada lima panel yang sedang diperiksa setelah kecelakaan tersebut, seperti diwartakan CNBC Indonesia.
Indonesia, di bawah Dijen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, juga sempat memberhentikan pengoperasian sementara atau temporary grounded pesawat Boeing 737 Max-9 sejak 6 Januari 2024.
Tragedi Alaska Airlines menggegerkan dunia penerbangan. Ini memprihatinkan, mengingat Boeing merupakan produsen besar dalam industri penerbangan dunia.
Pada kuartal III 2023 lalu, Boeing sudah mencetak pendapatan hingga US$18,10 miliar atau Rp281,30 triliun (asumsi kursRp15.538 per US$). Angka itu meningkat sekitar 13,46% dari pendapatan periode lalu (year-on-year/yoy) sebesar US$15,95 miliar.
Meski terlihat cuan, sebenarnya Boeing mengalami kerugian bersih hingga US$1,63 miliar pada kuartal III 2023. Kerugian yang besar itu sudah menyusut dibanding periode sebelumnya (yoy) yang mencapai US$3,27 miliar.
Kinerja pertahanan yang kurang baik dan pengiriman pesawat yang rendah ditengarai mempengaruhi kinerja kuangan perusahaan tersebut.
Melansir Bisnis.com, Boeing mengirimkan 105 unit pesawat pada kuartal III 2023, turun 6% (yoy) yang sebesar 112 unit. Pengiriman mencapai 371 unit pesawat.
Pada kuartal itu juga, pesawat terbang komersial membukukan 398 pesanan bersih, termasuk 150 unit pesawat 737 MAX 10 untuk Ryanair, 50 unit pesawat 787 untuk United Airlines, dan 39 unit pesawat 787 untuk Saudi Arabian Airlines.
Laporan keuangan Boeing menyebut, pihaknya masih berharap untuk mengirimkan 70-80 unit Boeing 787 dan 375-400 unit 737 hingga akhir 2023.
"Sekarang melakukan transisi dari 787 ke lima [unit] per bulan; berencana untuk menyelesaikan transisi produksi 737 menjadi 38 [unit] per bulan pada akhir tahun," tulis Boeing.
Total simpanan perusahaan mencapai US$469 miliar, termasuk lebih dari 5.100 pesawat komersial.
Adapun total asetnya mencapai US$134,28 miliar. Liabilitas atau utang Boeing begitu besar, yakni US$150,99 miliar dengan ekuitas minus US$16,71 miliar.
(Baca juga: Meski Pendapatan Naik, Garuda Tetap Rugi Rp1,14 Triliun per Kuartal III 2023)