United States Geological Survey (USGS) mengungkapkan, estimasi produksi nikel global mencapai 3,7 juta metrik ton pada 2024.
Volume estimasi itu turun tipis 1,33% dari 2023 yang sebesar 3,75 juta metrik ton.
Indonesia jadi negara dengan kemampuan produksi terbesar, yakni 2,2 juta metrik ton pada 2024. Bobot estimasi itu meningkat dari 2023 yang sebesar 2,03 juta metrik ton.
"Perkiraan produksi tambang nikel global menurun menjadi sekitar 3,7 juta ton pada 2024, meskipun produksi di Indonesia meningkat sekitar 8%," tulis USGS dikutip pada Selasa (4/2/2025).
Sebagai perbandingan, negara-negara lain hanya mampu memproduksi kurang dari 350 ribu metrik ton.
Filipina, contohnya, diestimasikan memproduksi 330 ribu metrik ton pada 2024. Turun dari 2023 yang sebesar 413 ribu ton.
Lalu ada Rusia sebesar 210 ribu metrik ton pada 2024. Stagnan dari 2023.
Selanjutnya ada Kanada sebesar 190 ribu ton pada 2024, naik dari 2023 yang sebesar 159 ribu ton.
Berikut estimasi volume produksi nikel sejumlah negara yang dihitung USGS pada 2024:
- Indonesia : 2.200.000 metrik ton
- Filipina: 330.000 metrik ton
- Rusia: 210.000 metrik ton
- Kanada: 190.000 metrik ton
- China: 120.000 metrik ton
- Kaledonia Baru: 110.000 metrik ton
- Australia: 110.000 metrik ton
- Brasil: 77.000 metrik ton
- Amerika Serikat: 8.000 metrik ton
- Negara lainnya: 300.000 metrik ton.
USGS menjelaskan, produksi di Australia dan Filipina masing-masing menurun sekitar 26% dan 20%, setelah beberapa perusahaan mengurangi atau menghentikan produksi karena kondisi pasar yang tidak menguntungkan terkait dengan penurunan harga dan peningkatan produksi di Indonesia.
Di Kaledonia Baru, negara timur laut Australia dan utara Selandia Baru jajahan Prancis, produksi menurun sekitar 52% akibat meluasnya kerusuhan dan penurunan harga nikel global.
(Baca juga: Harga Nikel Acuan Indonesia Turun 1,02% pada Januari 2025)