Harga minyak yang bergerak naik dan permintaan yang meningkat mengakibatkan defisit neraca perdagangan hasil minyak (berupa bahan bakar dan pelumas) Indonesia kembali melebar pada 2021.
Harga minyak mentah jenis Brent dalam setahun lalu melonjak 54,27% ke level US$79,2 per barel dari US$51,34 per barel.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor hasil minyak Indonesia meningkat 37,1% menjadi US$1,99 miliar pada 2021 dari tahun sebelumnya. Sementara, impor hasil minyak nasional melonjak 73,71% menjadi US$14,3 miliar pada tahun lalu dari tahun sebelumnya.
Alhasil, defisit neraca perdagangan minyak olahan Indonesia kembali melebar menjadi US$12,39 miliar pada tahun lalu. Defisit tersebut melonjak dibanding tahun sebelumnya hanya US$6,83 miliar.
Defisit neraca perdagangan hasil minyak tahun lalu merupakan yang terdalam dalam tiga tahun terakhir seperti terlihat pada grafik.
Defisit neraca perdagangan hasil minyak Indonesia terdalam pernah di capai pada 2018, yakni mencapai US$16 miliar dalam lima tahun terakhir. Ketika itu, nilai impor hasil minyak mencapai US$17,64 miliar sementara nilai ekspornya hanya sebesar US$1,64 miliar.
(Baca: Neraca Perdagangan Migas Indonesia Selalu Defisit dalam 7 Tahun Terakhir)