Aktor sekaligis pengusaha, Raffi Ahmad, menerima gelar doktor kehormatan atau doktor honoris causa dari Universal Institute of Professional Management (UIPM, Thailand. Hal itu dia bagikan di akun Instagram pribadinya.
"Terima kasih atas pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Dr. HC) kepada saya, dari Professor Kanoksak Likitpriwan, President UIPM, Thailand " tulis Raffi Ahmad pada Sabtu (29/9/2024).
Ia mengklaim, gelar ini diberikan atas kontribusinya selama puluhan tahun dalam pengembangan industri hiburan konvensional, offline, serta digital di Indonesia.
Pemberian gelar profesor atau guru besar kehormatan yang marak diberikan kepada profesi selain akademisi atau dosen, sperti politisi atau artis, mendorong Litbang Kompas untuk menyigi pendapat publik terkait pemberian gelar kehormatan tersebut.
Hasil survei menunjukkan, mayoritas atau 50,5% responden menilai hal tersebut tidak layak.
Namun sebanyak 44,4% responden menyatakan pemberian gelar tersebut layak diberikan. Sementara 5,1% responden menjawab tidak tahu.
"Terpecahnya pendapat publik ini cukup beralasan karena bagi yang berpendapat layak ada regulasi yang mendasari pemberian gelar profesor kehormatan bagi kalangan nonakademik," tulis Peneliti Litbang Kompas dalam laporannya, Minggu (11/9/2024).
Adapun pemberian gelar profesor kehormatan diatur dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.
Pada Pasal 2 Ayat 1 Permendikbudristek tersebut tertulis, setiap orang yang memiliki kompetisi atau prestasi luar biasa dapat diangkat oleh menteri sebagai profesor kehormatan atas usulan pemimpin perguruan tinggi.
Namun, pengangkatannya harus memenuhi persyaratan yang dijelaskan pada Pasal 3, yaitu harus memiliki kualifikasi akademik paling rendah doktor, dokter terapan, atau kompetensi yang setara dengan jenjang 9 pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Survei Litbang Kompas ini melibatkan 530 responden di 38 provinsi Indonesia yang dipilih secara acak dan proporsional.
Pengambilan data dilakukan pada 22-24 Juli 2024 melalui wawancara telepon. Toleransi kesalahan survei (margin of error) sekitar 4,32% dan tingkat kepercayaan 95%, dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
(Baca: Upaya yang Perlu Dilakukan Pemerintah untuk Berantas Profesor Palsu)