Pengeluaran untuk perawatan kulit di Kota Tasikmalaya pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp75.091 per kapita per bulan.
Angka ini mengalami penurunan turun 13.7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pengeluaran ini adalah bagian dari pengeluaran masyarakat untuk aneka barang dan jasa, yang rata-rata mencapai Rp360.780 per kapita per bulan. Pengeluaran untuk perawatan kulit ini juga lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk kecantikan yaitu Rp45.701, lebih rendah dari pengeluaran untuk rokok dan tembakau sebesar Rp121.806, dan sedikit lebih rendah dari pengeluaran untuk sabun mandi sebesar Rp76.677.
(Baca: Data Historis Rata - Rata Upah di Kalimantan Selatan Periode 2018-2023)
Secara historis, pengeluaran untuk perawatan kulit di Kota Tasikmalaya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2018, pengeluaran tercatat sebesar Rp39.588, kemudian meningkat signifikan hingga mencapai pengeluaran tertinggi pada tahun 2023 sebesar Rp87.030. Namun, pada tahun 2024 terjadi penurunan menjadi Rp75.091. Jika dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran selama lima tahun terakhir (2019-2023) yaitu Rp70.450,5, pengeluaran pada tahun 2024 masih lebih tinggi. Pertumbuhan pengeluaran tertinggi terjadi pada tahun 2021 sebesar 31.6 persen.
Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat pada tahun 2024, Kota Tasikmalaya menempati peringkat ke-9 dalam hal pengeluaran untuk perawatan kulit. Peringkat ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Tasikmalaya cukup memperhatikan perawatan kulit dibandingkan dengan wilayah lain di provinsi ini. Secara nasional, Kota Tasikmalaya berada di peringkat 121. Nilai pengeluaran perawatan kulit tahun sebelumnya adalah Rp87.029,62, dengan selisih pengeluaran perawatan kulit dengan tahun sebelumnya turun Rp11.938,4.
Beberapa wilayah lain di Jawa Barat menunjukkan angka yang berbeda. Kota Bekasi mencatatkan pengeluaran tertinggi untuk perawatan kulit pada tahun 2024 yaitu Rp188.344, dengan pertumbuhan 6.5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kota Depok berada di urutan kedua dengan Rp140.716, namun mengalami penurunan -11.4 persen. Kota Bogor mencatatkan Rp133.919 dengan penurunan -17.7 persen. Sementara itu, Kota Bandung mencatatkan Rp125.413 dengan pertumbuhan 16 persen, dan Kota Cimahi mencatatkan Rp101.905 dengan penurunan -17.8 persen.
(Baca: Statistik Penduduk Beragama Islam di Jawa Tengah 2015-2024)
Kota Bekasi
Pada tahun 2024, Kota Bekasi menunjukkan angka yang signifikan dalam rata-rata pengeluaran per kapita sebulan bukan makanan yaitu Rp1.908.316, dengan pertumbuhan sebesar 22.4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pengeluaran ini menempatkan Kota Bekasi pada peringkat pertama di antara kabupaten/kota di Jawa Barat. Angka ini menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi untuk kebutuhan non-pangan. Pengeluaran per kapita sebulan untuk makanan mencapai Rp1.224.388, dengan pertumbuhan 21.3 persen dari tahun sebelumnya.
Kota Depok
Kota Depok mencatatkan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan bukan makanan sebesar Rp1.674.594, menempati peringkat kedua di Jawa Barat. Pertumbuhan pengeluaran ini sebesar 12.8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pengeluaran untuk makanan mencapai Rp1.148.659, tumbuh 9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat di Kota Depok juga cukup tinggi baik untuk makanan maupun bukan makanan.
Kota Bogor
Kota Bogor memiliki rata-rata pengeluaran per kapita sebulan bukan makanan sebesar Rp1.561.420, dengan pertumbuhan signifikan sebesar 50.1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menempatkannya pada peringkat ketiga di Jawa Barat. Pengeluaran untuk makanan juga meningkat menjadi Rp909.166, tumbuh 21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini mengindikasikan peningkatan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat Kota Bogor.
Kota Bandung
Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan bukan makanan di Kota Bandung adalah Rp1.382.176, tumbuh 12.2 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan menempati peringkat keempat di Jawa Barat. Pengeluaran untuk makanan mencapai Rp996.064, tumbuh 17.7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menggambarkan adanya peningkatan konsumsi masyarakat Kota Bandung, baik untuk kebutuhan makanan maupun non-pangan.