Laporan keuangan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menunjukkan, laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk perusahaan mencapai Rp1,39 triliun pada periode Januari-September 2025.
Laba bersih itu anjlok 56,84% dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy) yang sebesar Rp3,23 triliun.
Melansir Katadata, penyebab anjloknya laba terutama karena meningkatnya beban pokok pendapatan sebesar 11% (yoy) menjadi Rp27,8 triliun. Kenaikan ini sejalan dengan bertambahnya aktivitas produksi dan angkutan batu bara PTBA.
Meskipun rasio pengupasan (stripping ratio) sedikit menurun ke 5,98x dari 6,02x tahun lalu, biaya bahan bakar meningkat karena pencabutan subsidi komponen FAME pada biodiesel serta kewajiban penggunaan B40, membuat harga bahan bakar minyak (BBM) naik 8%.
Beban umum dan administrasi pun meningkat Rp52,4 miliar atau naik 4% (yoy), sedangkan beban penjualan turun 1% atau Rp7,1 miliar secara tahunan.
Sepanjang kuartal III 2025 ini, pendapatan perseroan tercatat sebesar Rp31,33 triliun. Angka ini justru naik 2,2% (yoy) dari periode sebelumnya Rp30,65 triliun.
PTBA juga mencatatkan kenaikan volume penjualan yang tumbuh 8% menjadi 33,70 juta ton, sementara produksi meningkat 9% menjadi 35,89 juta ton.
Meski volume meningkat, pelemahan harga batu bara global menekan margin keuntungan perusahaan. Arsal menjelaskan, harga batu bara acuan Newcastle Index turun 22% yoy, sedangkan Indonesian Coal Index (ICI-3) turun 16% yoy, sehingga harga jual rata-rata PTBA terkoreksi 6%.
Adapun komposisi penjualan hingga akhir September 2025 terdiri dari 56% pasar domestik dan 44% ekspor. Dia juga menyatakan ada lima negara tujuan ekspor utama PTBA. Kelimanya adalah Bangladesh, India, Filipina, Vietnam dan Korea Selatan.
Per September 2025, perusahaan di bawah BUMN ini membukukan aset sebesar Rp42,83 triliun. Jumlahnya naik 2,51% dari posisi Desember 2024 yang sebesar Rp41,78 triliun.
Komponen aset September 2025 terdiri atas liabilitas sebesar Rp22,06 triliun dan ekuitas Rp20,77 triliun.
(Baca Katadata: Laba PTBA Anjlok 56% Jadi Rp 1,4 T Meski Pendapatan Naik, Apa Faktornya?)