Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia yang beberapa kali mencatat rekor tertinggi sepanjang 2017 hingga mendekati level 6.000 ternyata tidak diikuti oleh semua saham-saham milik pemerintah (BUMN). Dari 24 saham BUMN dan anak usaha, sebanyak 14 emiten harganya justru turun dan 10 sisanya naik. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab kenaikan IHSG tertinggal dibanding bursa Asia lainnya. Sebab biasanya, saham BUMN menjadi penggerak kenaikan bursa domestic.
Harga saham PT Indofarma Tbk memimpin kejatuhan saham BUMN dan anak usaha sepanjang 2017 (30 Des 2016-13 Okt 2017). Emiten farmasi yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah tersebut harganya anjlok hampir mencapai 52 persen menjadi Rp 2.250 per lembar. Diikuti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) jatuh 39,26 persen, dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) terkoreksi lebih dari 35 persen. Kinerja keuangan yang buruk dan kekhawatiran terhadap pendanaan investasi baru membuat beberapa saham BUMN mengalai koreksi yang cukup dalam pada tahun ini.
Sementara saham BUMN di sektor perbankan masih mampu mencatatkan kenaikan yang dipimpin oleh saham PT Bank BTN Tbk yang naik lebih dari 75,24 persen menjadi Rp 3.050 per lembar (13/10) dari posisi akhir tahun lalu Rp 1.740.