Berdasarkan laporan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang diterima Databoks, nilai transaksi aset kripto di Tanah Air mencapai Rp94,41 triliun hingga September 2023.
Angka tersebut tercatat turun 69,18% dibandingkan 2022 dengan nilai transaksi aset sebesar Rp306,4 triliun.
Dilihat dari trennya, perdagangan aset kripto di Indonesia sebenarnya mengalami penurunan dua tahun belakangan. Pada 2021, nilainya cukup tinggi, yakni Rp859,4 triliun.
Meskipun nilai transaksi kripto sepanjang 2023 mengalami penurunan, tetapi jumlah investornya di Tanah Air cenderung naik.
Bappebti melaporkan, rata-rata penambahan jumlah pelanggan kripto hingga September 2023 adalah sebanyak 116.899 pelanggan.
Sedangkan secara tahunan, jumlahnya naik 7,2% dari 2022 yang sebanyak 16,7 juta investor kripto.
Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memperkuat pengembangan perdagangan aset kripto di Tanah Air melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.
"Penguatan literasi kepada masyarakat juga dilakukan dengan menggandeng media massa agar masyarakat memperoleh informasi yang benar tentang aset kripto," kata Didid dalam keterangannya, dilansir dari Detik.com, Kamis (02/11/2023).
Sementara itu, pemerintah telah mengesahan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK), di mana kewenangan pengaturan dan pengawasan kegiatan sektor inovasi teknologi, keuangan digital dan aset kripto menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Didid menjelaskan, adanya kelembagaan perdagangan aset kripto dapat memberikan dampak positif terhadap kenaikan jumlah pelanggan aset kripto.
"Perdagangan aset kripto dapat menjadi salah satu strategi pemerintah untuk mempercepat, menciptakan, dan mendorong upaya pengembangan ekonomi digital Indonesia pada 2030," katanya.
(Baca juga: Indonesia Peringkat ke-6 Negara Pemilik Mata Uang Kripto Terbesar Dunia)