Informasi dan berita palsu atau yang lebih dikenal dengan istilah hoaks marak beredar di tengah maasyarakat. Menurut hasil survei Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) 2021, mayoritas atau 59,6% responden mengandalkan internet untuk klarifikasi berita hoaks.
Persentase tersebut bahkan meningkat dibandingkan responden yang menjawab internet pada hasil survei sebelumnya yang sebanyak 52,4%. Artinya, semakin banyak orang yang mengandalkan internet untuk klarifikasi berita hoaks.
Selain internet, keluarga dan saudara juga menjadi rujukan untuk mengklarifikasi berita hoaks. Itu berdasarkan jawaban dari 47,6% responden.
Kemudian, sebanyak 20,6% responden juga mencari tahu lewat situs pemerintah. Lalu, sebanyak 17,1% responden mengatakan tetangga jadi rujukan untuk mengklarifikasi berita hoaks. Adapula 12,2% responden membiarkannya atau tidak mencari rujukan untuk klarifikasi berita hoaks.
Selanjutnya, ada responden yang mencari rujukan untuk klarifikasi berita hoaks ke teman alumni (10,3%), teman sekolah/kuliah (6,5%), ketua RT/RW (4,8%), tokoh agama (4,4%), dan tokoh pemuda (2,7%).
Hasil survei juga menunjukkan, hampir separuh atau 45,5% responden ragu dalam mengidentifikasi kebenaran suatu berita. Bahkan, ada pula 12% responden yang mengaku pernah menyebarkan berita bohong, kebanyakan karena lalai atau tidak dipikir baik-baik.
Survei ini dilakukan pada 10.000 responden berusia 13-70 tahun di 34 provinsi pada 4-24 Oktober 2021. Metodologi pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling dengan teknik home visit di area survei.
(Baca: Indeks Literasi Digital Indonesia Masuk Kategori Sedang pada 2021)