Menurut data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, sepanjang 2022 ada 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis di dalam negeri, naik dibanding 2021 yang jumlahnya 43 kasus.
Pada 2022, seluruh kasus kekerasan ini menimpa 97 orang jurnalis/pekerja media, serta 14 organisasi media.
Sebanyak 24 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2022 melibatkan aktor negara, yakni polisi (15 kasus), aparat pemerintah (7 kasus), dan TNI (2 kasus).
Kemudian ada 20 kasus serupa yang pelakunya aktor nonnegara, yakni warga (9 kasus), perusahaan (6 kasus), ormas (4 kasus), dan partai politik (1 kasus).
Ada juga pelaku yang belum teridentifikasi dalam 17 kasus lain.
Kekerasan yang menimpa jurnalis pada 2022 berupa kekerasan fisik dan perusakan alat kerja (20 kasus), serangan digital (15 kasus), dan kekerasan verbal (10 kasus).
Selain itu ada penyensoran (8 kasus), penangkapan dan pelaporan pidana (5 kasus), serta kekerasan berbasis gender (3 kasus).
Menurut AJI Indonesia, institusi negara belum menyediakan mekanisme perlindungan khusus bagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan, semisal berupa bantuan kedaruratan, safety fund, atau pendampingan hukum.
Adapun mekanisme perlindungan tersebut masih menjadi inisiatif organisasi masyarakat sipil seperti AJI, LBH Pers, maupun Komite Keselamatan Jurnalis.
AJI Indonesia menyebut, sebenarnya Dewan Pers telah membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Polri untuk melindungi jurnalis dari kriminalisasi.
Namun, MoU tersebut masih minim sosialisasi dan tidak dilatihkan kepada jajaran kepolisian di tingkat bawah.
Mereka juga mengungkapkan, belum ada mekanisme respons cepat untuk jurnalis yang dipidana karena karya jurnalistiknya.
Respons cepat itu misalnya berupa hotline untuk korban kriminalisasi, bantuan pengacara, ataupun bantuan dana dan advokasi litigasi dari Dewan Pers untuk menghentikan pemidanaan jurnalis.
(Baca: Tren Serangan Terhadap Jurnalis Indonesia Meningkat, Ini Jenisnya)