Pemerintah Indonesia mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk menjadikannya energi utama di masa depan. Upaya ini termasuk penggunaan bahan bakar nabati (BBN) berbasis komoditas sawit sebagai bahan baku utamanya atau disebut biodiesel.
Untuk mengedepankan aspek keberlanjutan, Madani Berkelanjutan menyebutkan terdapat hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangannya. Salah satunya adalah aspek ketersediaan lahan sawit yang ada di Indonesia.
Berdasarkan hasil pendataan Madani Berkelanjutan pada 2021, terdapat 22,3 juta hektare (ha) luas izin atau usaha sawit yang ada saat ini. Namun, luasan tersebut belum memenuhi sejumlah aspek keberlanjutan pada penggunaan lahan.
Terkait hal ini, Madani Berkelanjutan menyebutkan terdapat 1,16 juta ha ketersediaan lahan sawit yang tersisa jika meliputi aspek keberlanjutan seperti ekologi, potensi konflik, dan fokus tutupan lahan yang dapat diusahakan.
Adapun 1,16 juta ha ketersediaan lahan sawit berkelanjutan tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Lahan terluas berada di Kalimantan Timur sebesar 470,7 ribu ha. Kedua, berada di Kalimantan Tengah sebesar 392,3 ribu ha.
Ketiga yaitu Kalimantan Barat senilai 95,6 ribu ha. Di posisi keempat terdapat Jambi seluas 36,5 ribu ha. Selain itu terdapat Sumatera Selatan 36,1 ribu ha, Papua 29,4 ribu ha, dan Kalimantan Utara 21,6 ribu ha.
Dari segi ekologi, lahan yang dianggap berkelanjutan adalah lahan sawit yang tidak berada di dalam hutan alam, Fungsi Ekologis Gambut (FEG), atau menjadi habitat lebih dari 15 spesies flora dan fauna. Dari segi potensi konflik, lahan tersebut tidak tumpang tindih dengan wilayah adat.
Sedangkan pada fokus tutupan lahan yang dapat diusahakan, tidak terdapat semak belukar, rawa, savana, tanah terbuka, hingga lahan yang belum terdefinisi atau di luar kelas tutupan lahan.