Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 168 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 52 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Rabu (13/3/2024) pukul 08.49 WIB. Dari 168 titik panas terdeteksi, 2 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 152 titik skala sedang, dan 14 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Data Tidak Sesuai, Sirekap Banjir Sentimen Negatif di Twitter)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Aceh sebanyak 43 titik. Sumatera Utara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 33 titik. Kalimantan Timur berada di posisi ketiga sebanyak 29 titik panas.
Sebanyak 15 titik panas terdeteksi di Sulawesi Tengah, Maluku Utara menyusul dengan 11 titik panas, serta Riau dan Sulawesi Selatan masing-masing memiliki 8 dan 6 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Banjir Dominasi Bencana Alam di Indonesia Akhir Februari 2024)