Indonesia menghasilkan emisi gas rumah kaca 1.866.552 gigagram karbon dioksida ekuivalen (Gg CO2e) pada tahun 2019.
Data ini tercatat dalam Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV) yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021.
Menurut laporan tersebut, pada tahun 2019 emisi gas rumah kaca nasional paling banyak berasal dari sektor pemanfaatan hutan dan lahan lainnya (forestry and other land use/FOLU) serta kebakaran gambut, yakni 924.853 Gg CO2e.
Emisi terbesar berikutnya berasal dari sektor energi, yakni 638.808 Gg CO2e. Ada pula emisi dari limbah, pertanian, serta proses industri dan konsumsi produk (industrial process and product use/IPPU) dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Secara kumulatif, emisi gas rumah kaca nasional pada tahun 2019 sudah jauh meningkat dibanding tahun 2010, yang ketika itu jumlahnya hanya 809.982 Gg CO2e.
Melihat kondisi ini, Indonesia tampaknya masih menghadapi tantangan besar dalam memenuhi target Nationally Determined Contribution (NDC), yakni komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan melalui Perjanjian Paris.
Mengacu pada NDC tersebut, Indonesia ditargetkan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% di bawah skenario business as usual pada 2030 dengan usaha sendiri, atau mengurangi emisi sampai 41% apabila mendapat dukungan internasional.
(Baca Juga: Emisi Karbon Global Meningkat pada 2021, Tertinggi Sepanjang Sejarah)
Catatan Redaksi: Artikel ini mengalami perbaikan karena sebelumnya ada pemisahan antara emisi dari sektor FOLU dan kebakaran gambut, yang menimbulkan kekeliruan pemaknaan data. Kami memohon maaf atas kesilapan tersebut.