Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah desa di Kepulauan Riau yang sebagian besar keluarga menggunakan kayu bakar untuk memasak mencapai 330 keluarga pada tahun 2024. Angka ini menunjukkan penurunan sedikit turun 0,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Secara historis, data ini fluktuatif, terlihat dari tahun 2014 hingga 2024. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2019 dengan pertumbuhan 329 keluarga, sementara penurunan terendah terjadi pada tahun 2024 ini. Data 5 tahun terakhir menunjukkan kondisi yang bervariasi, dengan pertumbuhan yang tidak konsisten setiap tahunnya.
Dibandingkan dengan rata-rata 3 tahun terakhir (2021-2023), jumlah desa pengguna kayu bakar di Kepulauan Riau pada tahun 2024 menunjukkan kondisi yang sedikit lebih buruk, dengan selisih penurunan -3 keluarga. Jika dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir (2019-2023), kondisi tahun 2024 juga masih berada di bawah rata-rata. Secara ranking di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau tetap berada di peringkat 9 selama 5 tahun terakhir. Untuk ranking se-Indonesia, Kepulauan Riau berada di peringkat 36 pada tahun 2024, naik dari peringkat 32 pada tahun sebelumnya.
(Baca: Jumlah Sekolah SMA di Kep. Riau 2018 - 2024)
Pada tahun 2024, Kepulauan Riau berada di peringkat 9 di Pulau Sumatera. Data perbandingan menunjukkan provinsi lain di Sumatera memiliki jumlah desa pengguna kayu bakar yang lebih tinggi. Misalnya, Kepulauan Bangka Belitung dengan 322 keluarga berada di peringkat 10 di Sumatera. Dari segi persentase pertumbuhan, Kepulauan Riau menunjukkan penurunan -0,9%, sementara beberapa provinsi lain mengalami pertumbuhan positif.
Kenaikan tertinggi dalam data historis terjadi pada tahun 2019 dengan lonjakan 329 keluarga. Hal ini mengindikasikan adanya faktor tertentu yang memicu peningkatan penggunaan kayu bakar pada tahun tersebut. Di sisi lain, penurunan terendah terjadi pada tahun 2024, mengindikasikan adanya upaya atau perubahan yang menyebabkan penurunan penggunaan kayu bakar. Fluktuasi ini menunjukkan bahwa penggunaan kayu bakar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berubah dari tahun ke tahun.
Anomali terlihat pada tahun 2019, di mana terjadi lonjakan signifikan dalam jumlah desa pengguna kayu bakar. Jika dibandingkan dengan 3 tahun sebelumnya (2016-2018), pertumbuhan pada tahun 2019 sangat mencolok. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor ekonomi, ketersediaan bahan bakar alternatif, atau kebijakan pemerintah yang mempengaruhi penggunaan kayu bakar di pedesaan. Di sisi lain, data 2024 memperlihatkan adanya perbaikan dibandingkan 3 tahun sebelumnya.
Gorontalo
Provinsi Gorontalo menempati urutan ke-6 di Pulau Sulawesi dengan 615 keluarga yang masih menggunakan kayu bakar. Meskipun demikian, terjadi penurunan sebesar 7.66% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini lebih besar dibandingkan dengan penurunan yang terjadi di Kepulauan Riau. Ranking se-Indonesia adalah 33. Ini menunjukkan bahwa Gorontalo masih memiliki tantangan dalam mengurangi ketergantungan pada kayu bakar. Dengan nilai 615 keluarga, Gorontalo menjadi wilayah dengan jumlah keluarga pengguna kayu bakar tertinggi dibandingkan empat wilayah lainnya.
(Baca: Produksi Padi di Kep. Riau | 2024)
Kalimantan Utara
Kalimantan Utara menempati posisi ke-5 di Pulau Kalimantan dengan 446 keluarga yang menggunakan kayu bakar. Pertumbuhan menunjukkan angka negatif turun 0.67%. Kalimantan Utara berada di peringkat 34 secara nasional. Nilai ini menempatkan Kalimantan Utara pada urutan kedua tertinggi setelah Gorontalo dalam jumlah keluarga pengguna kayu bakar di antara lima wilayah yang dibandingkan.
DI Yogyakarta
Dengan hanya 401 keluarga yang menggunakan kayu bakar, DI Yogyakarta menduduki peringkat ke-5 di Pulau Jawa. Terjadi pertumbuhan sedikit sebesar 0.25%. DI Yogyakarta berada pada urutan ke 35 secara nasional. Dibandingkan dengan empat wilayah lainnya, DI Yogyakarta memiliki jumlah keluarga yang menggunakan kayu bakar lebih sedikit dibandingkan wilayah lain yang dibandingkan.
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Bangka Belitung menempati urutan ke-10 di Pulau Sumatera dengan 322 keluarga yang menggunakan kayu bakar. Terjadi penurunan turun 0.31%. Provinsi ini berada pada urutan ke-37 secara nasional. Jumlah ini menempatkan Kepulauan Bangka Belitung pada urutan keempat tertinggi, setelah Gorontalo, Kalimantan Utara, dan DI Yogyakarta.
DKI Jakarta
DKI Jakarta mencatat jumlah keluarga pengguna kayu bakar paling sedikit, yaitu hanya 2 keluarga, menduduki peringkat ke-6 di Pulau Jawa. Terjadi penurunan yang cukup signifikan turun 33.33%. DKI Jakarta berada pada urutan ke-38 secara nasional. Sebagai ibukota negara, DKI Jakarta menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam mengurangi ketergantungan pada kayu bakar dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang dibandingkan.