Anak-anak saat ini merupakan generasi muda Indonesia pada 2045, tepat Indonesia memasuki usianya yang ke-100. Anak-anak tersebut juga merupakan calon-calon pemimpin bangsa di masa depan.
Namun, masih banyak anak atau bayi di bawah usia 5 tahun (Balita) di Indonesia yang mengalami masalah gizi atau gizi buruk di usia belia dan menderita stunting sehingga dapat mengganggu tumbuh kembang anak di masa depan.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting Balita Indonesia mencapai 24,4% pada 2021. Artinya, hampir 1 dari 4 Balita mengalami stunting. Dengan demikian prevalensi stunting Indonesia termasuk dalam kelompok sedang menurut standar World Health Organizations (WHO).
Kategori Prevalensi Stunting Menurut WHO:
- Prevalensi Stunting >= 40% = Sangat Tinggi
- Prevalensi Stunting 30-39% = Tinggi
- Prevalensi Stunting 20-29% = Menengah
- Prevalensi Stunting < 20% = Rendah
Di beberapa provinsi, prevalensi stunting balita bahkan masih berada di atas 30% seperti terlihat pada grafik di mana peta wilayahnya terlihat paling gelap dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur/NTT dengan prevalensi stunting sebesar 37,8%, Sulawesi Barat sebesar 33,8%, Aceh sebesar 33,2%, Nusa Tenggara Barat/NTB sebesar 31,4%, Sulawesi Tenggara sebesar 30,2%, serta Kalimantan Selatan sebesar 30%.
Sedangkan prevalensi di Provinsi Bali, DKI Jakarta, dan Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat paling rendah. Ini terlihat dari peta wilayahnya terlihat paling terang dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Prevalensi stunting Balita di Indonesia terus menunjukkan tren turun. Pada 2018, prevalensi Balita stunting masih sebesar 30,8%. Kemudian, turun menjadi 27,7 pada 2019 dan terus turun menjadi 24,4% pada SSGI 2024. Pemerintah bahkan menargetkan turun menjadi 14% hingga akhir 2024.
(Baca: Stunting Balita Indonesia Masih di Atas 24% pada 2021)