Kemiskinan dan rendahnya pengetahuan orang tua terhadap kesehatan anak menjadi salah faktor penting terhadap tingginya prevalensi bayi stunting (tinggi anak di bawah standar menurut usianya/kredil) di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan banyak anak Indonesia yang mengalami masalah asupan gizi sejak masih berupa janin hingga berusia 24 bulan (1.000 hari pertama).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada 2013, proporsi bayi berusia di bawah lima tahun (balita) yang mengalami stunting di Indonesia mencapai 37,2%. Kemudian, berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) pada 2016 prevalensi bayi kerdil turun menjadi 27,5%. Namun, prevalensi balita stunting kembali naik menjadi 29,6% dalam PSG 2017. Angka tersebut terdiri dari 9,8% balita dengan kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek.
Menurut standar WHO, suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi akut bila prevalensi bayi stunting sama/lebih dari 20% atau balita kurus di atas 5%. Sementara proporsi bayi pendek di Indonesia saat ini masih di atas 29% dan ditargetkan turun menjadi 28% pada 2019.