Menurut laporan World Air Quality Report dari IQAir, kualitas udara Jakarta tergolong buruk dibanding ibu kota negara ASEAN lainnya.
IQAir mengukur hal tersebut berdasarkan tingginya konsentrasi particulate matter (PM) 2.5 di udara Jakarta.
PM 2.5 adalah partikel dengan ukuran diameter sekitar 2,5 mikrometer (1 mikrometer = 0,001 milimeter).
Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini dapat melayang di udara dalam waktu lama, serta dapat terhirup manusia dan memicu gangguan kesehatan, seperti asma, sakit paru-paru, sakit jantung, sampai kanker.
Partikel ini umumnya berasal dari pembakaran kayu, asap kompor, asap kendaraan bermotor, sisa pembakaran energi dari pembangkit listrik dan industri, serta asap rokok.
Ada pula partikel alami yang tergolong sebagai PM 2.5, yaitu spora tumbuhan, serbuk sari, asap kebakaran hutan, serta debu erupsi gunung api.
(Baca: Kualitas Udara Indonesia Terburuk di ASEAN pada 2022)
Menurut World Health Organization (WHO), standar kualitas udara ideal memiliki bobot konsentrasi PM 2.5 antara 0 sampai 5 mikrogram per meter kubik.
Namun, IQAir mencatat rata-rata konsentrasi PM 2.5 di udara Jakarta pada 2022 mencapai 36,2 mikrogram per meter kubik, sekitar tujuh kali lipat lebih tinggi dari standar ideal WHO.
"Polusi udara di Indonesia bersumber dari pembangkit listrik tenaga batu bara, kebakaran hutan, dan degradasi lahan gambut, sedangkan polusi di kota besar terutama berasal dari emisi kendaraan," kata tim IQAir dalam laporannya.
Hanya ada satu ibu kota negara ASEAN yang udaranya lebih buruk dari Jakarta, yaitu Hanoi. Ibu kota Vietnam ini memiliki konsentrasi PM 2.5 sebanyak 40,1 mikrogram per meter kubik.
Phnom Penh, ibu kota Kamboja, memiliki kualitas udara terbaik seperti terlihat pada grafik. Sementara ibu kota dua negara ASEAN lainnya, yaitu Bandar Seri Begawan (Brunei Darussalam) dan Dili (Timor Leste) tidak tercatat dalam indeks.
Adapun Yangon sudah tidak berstatus sebagai ibu kota Myanmar sejak 2005. Namun, sampai saat ini Yangon masih menjadi kota terbesar dan pusat perdagangan di negara tersebut.
IQAir memperoleh data ini dari ratusan stasiun pemantauan udara milik pemerintah, lembaga penelitian, maupun perusahaan swasta yang tersebar di 296 kota dan 9 negara Asia Tenggara.
Data-data yang dikumpulkan dari stasiun pemantauan tersebut kemudian divalidasi dan dikalibrasi ulang menggunakan platform milik IQAir.
"Dengan data ini IQAir ingin menginformasikan serta menginspirasi pemerintah, pendidik, peneliti, organisasi nirlaba, perusahaan, dan masyarakat untuk berkolaborasi meningkatkan kesadaran akan kualitas udara," kata tim IQAir.
(Baca: Indonesia Termasuk Penghasil Emisi Metana Terbesar Global)