Dalam beberapa tahun belakangan ada semakin banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan.
Pada 2014 fasilitas kesehatan (faskes) nasional baru menerima 92,3 juta kunjungan pasien BPJS Kesehatan.
Jumlah itu terus meningkat di tahun-tahun berikutnya, kecuali saat awal pandemi tahun 2020, ketika pemerintah membatasi kunjungan pasien di rumah sakit demi mencegah penularan virus.
Kemudian pada 2021 faskes nasional sudah menerima 233,1 juta kunjungan pasien BPJS Kesehatan, dengan rincian 152,1 juta kunjungan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 72,8 juta kunjungan rawat jalan di poliklinik atau rumah sakit, dan 8,2 juta kunjungan rawat inap di rumah sakit.
Jika diakumulasikan, kunjungan pasien BPJS Kesehatan ke faskes nasional sudah meningkat sekitar 152% selama periode 2014-2021.
"Pemanfaatan layanan JKN memang terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran peserta terkait kesehatan semakin tinggi," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Semarang Andi Ashar dalam siaran persnya, Minggu (5/3/2023).
Saat ini pasien BPJS Kesehatan juga sudah bisa mengambil antrean berobat lewat aplikasi online, baik untuk berobat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
"Sistem antrean online yang sudah diintegrasikan ke Aplikasi Mobile JKN ini bisa memudahkan peserta untuk mengakses layanan di FKTP dan FKRTL. Peserta bisa mengambil nomor antrean dari rumah, sehingga peserta sudah bisa mengetahui waktu pelayanan dan bisa mengurangi antrean di fasilitas kesehatan," kata Andi.
Adapun baru-baru ini ada beberapa orang tenaga kesehatan yang viral di media sosial, karena membuat video yang mengesankan bahwa faskes membedakan pelayanan untuk pasien BPJS Kesehatan dan pasien umum.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menegaskan faskes akan memberi perlakuan sama kepada semua pasien.
"Kenyataannya di lapangan, kami menjamin tidak ada perbedaan pasien BPJS maupun non-BPJS," kata Syahril, dilansir CNNIndonesia.com, Minggu (19/3/2023).
"Manajemen rumah sakit pun akan mendapat sanksi dari Dinas Kesehatan, bahkan dari Kementerian Kesehatan, atau bahkan dari BPJS (jika ada pembedaan pasien)," lanjutnya.
(Baca: Jumlah Peserta JKN BPJS Kesehatan Hampir Tembus 250 Juta Orang per Januari 2023)