Orang-orang yang bekerja di lembaga pemerintah cenderung memiliki tingkat depresi yang rendah.
Hal ini terlihat dari laporan Survei Kesehatan Indonesia 2023, hasil riset kolaborasi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut laporan tersebut, pada 2023 prevalensi depresi di kelompok pegawai negeri sipil (PNS), TNI, Polri, dan karyawan BUMN/BUMD hanya 0,3%. Artinya, yang mengalami depresi tak sampai 1 per 100 orang.
Angka itu paling rendah dibanding kelompok profesi lain, seperti terlihat pada grafik.
Berdasarkan status pekerjaan, angka depresi tertinggi berada di kelompok pengangguran dan pelajar/masih sekolah, yakni 2%.
Angka depresi di kelompok buruh, sopir, dan asisten rumah tangga (ART) juga tergolong tinggi, yakni 1,6%.
Sementara angka depresi di kelompok pegawai swasta, wiraswasta, nelayan, dan petani tergolong cukup rendah, di bawah rata-rata nasional yang prevalensinya 1,4%.
BKPK dan BPS menggelar survei ini terhadap sekitar 315 ribu sampel rumah tangga nasional.
Survei terkait depresi dilakukan dengan kuesioner mini international neuropsychiatric interview (MINI), yakni metode wawancara singkat berisi 10 pertanyaan dengan pilihan jawaban "ya" atau "tidak".
Pertanyaan diajukan pewawancara kepada individu berusia 15 tahun ke atas. Responden dikategorikan mengalami depresi jika menjawab "ya" untuk minimal 2 dari 3 pertanyaan terkait gejala utama, dan jawaban "ya" untuk minimal 2 dari 7 gejala tambahan.
Mengutip keterangan dari situs Kementerian Kesehatan, depresi adalah kelainan suasana hati yang memengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang.
Seseorang yang mengalami depresi mungkin merasa sedih, cemas, kehilangan minat terhadap aktivitas yang biasanya mereka sukai, merasa tidak berharga, atau memiliki pemikiran negatif yang berulang tentang diri sendiri, kehidupan, atau kematian.
Depresi dapat menyebabkan penurunan energi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan, dan masalah fisik lainnya.
Depresi yang tidak diobati juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius dan berbahaya, termasuk peningkatan risiko bunuh diri, gangguan kecemasan, gangguan fisik seperti nyeri kronis, dan masalah dalam hubungan interpersonal.
(Baca: Depresi Tak Pandang Bulu, Kaya dan Miskin Bisa Kena)