Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diperkirakan akan kembali mencatat defisit dengan nilai lebih dari Rp 10 triliun sepanjang tahun ini. Pasalnya hingga Agustus 2017 saja, defisit telah mencapai Rp 8,52 triliun. Ketidaksesuaian antara besaran iuran dan jaminan kesehatan membuat BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit sejak 2014.
Dari perhitungan, iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) seharusnya sebesar Rp 36 ribu per bulan, tetapi hanya membayar Rp 23 ribu per bulan. Jadi ada kekurangan Rp 13 ribu per bulan per peserta PBI. Kemudian untuk peserta kelas III yang seharusnya Rp 53 ribu per bulan, tapi hanya membayar Rp 25.500 ribu per bulan. Demikian pula untuk peserta kelas II yang seharusnya Rp 68 ribu per bulan tetapi mereka hanya membayar Rp 51 ribu per bulan.
Pada 2015, pemerintah menambal defisit BPJS Kesehatan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 5 triliun. Kemudian pada tahun berikutnya sebesar Rp 6,8 triliun. Namun, untuk menutup defisit tahun ini, pemerintah tidak mengalokasikan anggarannya dalam PMN 2018. Kemudian muncul wacana bahwa defisit BPJS Kesehatan akan didanai dari pendapatan cukai dan pajak rokok.