Data Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jamsostek yang diolah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan terdapat 94 kasus mogok kerja di Indonesia hingga Juni 2024.
Dari jumlah tersebut, sedikitnya ada 3.355 pekerja yang terlibat aksi.
DKI Jakarta menjadi provinsi dengan keterlibatan pekerja paling banyak melakukan aksi, yakni 850 pekerja. Angka itu berasal dari 35 kasus mogok kerja yang didaftarkan.
Kedua, Jawa Barat, dengan jumlah pekerja sebanyak 630 orang. Ini berasal dari 22 kasus mogok kerja yang terdaftar.
Ketiga, Sulawesi Selatan sebanyak 400 pekerja. Adapun kasus mogok kerja yang didaftarkan sebanyak 9 kasus.
Keempat ada Kalimantan Tengah dengan jumlah 300 pekerja dari 10 kasus dan Sumatera Selatan 250 pekerja dari 1 kasus.
Laporan mogok kerja juga tercatat di Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Banten, DI Yogyakarta hingga Sulawesi Utara dengan jumlah keterlibatan pekerja terlihat pada grafik.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 232 Tahun 2003, mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
Keputusan itu menyatakan, mogok kerja merupakan hak dasar pekerja dan/atau serikat pekerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Adapun mogok kerja dianggap tidak sah apabila memenuhi kriteria berikut:
- Bukan karena negosiasi yang gagal;
- Tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi ketenagakerjaan;
- Pemberitahuan kurang dari 7 hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan
- Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, yang dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang bertugas.
(Baca juga: Jawa Barat, Provinsi dengan Kasus Mogok Kerja Terbanyak pada 2023)