Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan program pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) pada Mei 2015. Program ini merupakan salah satu sasaran Nawacita, yakni mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor setrategis khususnya kedaulatan energi.
Sebelumnya, program listrik 35.000 MW tersebut pengadaannya ditargetkan selesai pada 2019. Namun, sampai Juni 2021 masih ada pembangkit sebesar 0,7 gigawatt (GW) atau 700 MW yang masih dalam tahap perencanaan.
Berdasarkan data PLN, berikut rincian progres pembangunan proyek listrik 35.000 MW hingga Juni 2021:
- Beroperasi: 10.600 MW
- Konstruksi: 17.690 MW
- Telah kontrak/PPA: 6.060 MW
- Pengadaan: 800 MW
- Perencanaan: 700 MW
(Baca: 91% Pelanggan Listrik PLN adalah Kelompok Rumah Tangga)
Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, setelah dilakukan revaluasi aset, kemampuan keuangan Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah meningkat sekitar 65%. Dengan kemampuan keuangan tersebut, PLN yakin dapat membangun pembangkit tenaga listrik sebesar 29% dari total kapasitas 35.000 MW.
Program pembangunan pembangkit listrik yang telah direncanakan sejak 2015 ini sebagian besar telah memasuki masa konstruksi dan akan segera beroperasi. Namun, sebagian pihak menilai tingkat oversupply PLN berpotensi naik karena pasokan listriknya bertambah, namun permintaannya masih rendah.
Rendahnya permintaan listrik kian tertekan seiring dengan kontraksi perekonomian Indonesia pada 2020 akibat pandemi Covid-19. Menurut data PLN, penjualan listrik pada tahun 2020 terkontraksi sebesar 0,79%.
Dengan demikian, dalam RUPTL 2021-2030 PLN memproyeksikan pertumbuhan listrik akan berada di level 4,9% per tahun. Angka ini lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya, di mana pertumbuhan listrik diprediksi sebesar 6,4% per tahun dalam RUPTL 2019-2028.
(Baca: Listrik PLN Selalu Oversupply sejak 9 Tahun Terakhir)