Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menggelar survei tentang pengaruh akses internet terhadap perkembangan pariwisata di daerah tertinggal.
Hasilnya, sebanyak 48,30% responden di daerah tertinggal menilai keberadaan internet telah membantu meningkatkan promosi dan aksesibilitas destinasi pariwisata setempat.
Namun, 25% responden menilai masih ada tantangan dalam mengoptimalkan penggunaan internet untuk sektor pariwisata.
Kemudian 11,70% merasa internet tidak memberi dampak signifikan bagi pariwisata daerah tertinggal, 10% tidak yakin internet bisa memberi dampak signifikan, dan 5% menjawab lainnya.
Survei ini juga menemukan mayoritas atau 54,2% responden di daerah tertinggal menyatakan tak ada peningkatan signifikan dalam pariwisata, meski daerahnya sudah punya akses internet.
Hanya ada 25,8% responden yang menilai terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah kunjungan wisatawan dan pendapatan pelaku bisnis pariwisata setempat.
Lalu 18,3% menilai ada peningkatan tapi tidak signifikan, sedangkan 1,7% justru melihat dampak negatif dan penurunan kunjungan wisata di daerahnya setelah ada akses internet.
Survei APJII ini melibatkan 1.950 responden dari 64 daerah tertinggal yang tersebar di 17 provinsi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes-PDTT) Nomor 11 Tahun 2020, "daerah tertinggal" adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibanding daerah lain dalam skala nasional.
Survei dilakukan pada Juli-September 2024 melalui wawancara tatap muka dan telepon.
Sebanyak 59,23% responden merupakan laki-laki dan 40,77% lainnya responden perempuan. Responden didominasi oleh generasi milenial atau usia 28-43 tahun (40,10%), diikuti generasi Z atau usia 12-27 tahun (34,36%), dan generasi X atau usia 44-59 tahun (6,05%).
(Baca: Mayoritas Objek Wisata Komersial Indonesia Dikelola Swasta pada 2022)