Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, posisi utang pemerintah hingga semester I 2022 mencapai Rp7.123,63 triliun atau setara 39,56% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Utang tersebut naik Rp121,39 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.002,24 triliun. Utang pemerintah tersebut juga naik dibandingkan Juni 2021 sebesar Rp6.554,56 triliun.
Utang pemerintah hingga Juni 2022 didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp6.301,88 triliun atau sekitar 88,46%. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp821,74 triliun atau 11,54%.
Total utang SBN terdiri dari SBN domestik senilai Rp4.992,52 triliun. Utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.092,03 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp900,48 triliun.
Kemudian untuk SBN valas tercatat mencapai Rp1.309,36 triliun, terdiri dari SUN Rp981,95 triliun dan SBSN Rp327,40 triliun.
Pemerintah juga memiliki utang yang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp14,74 triliun dan pinjaman luar negeri Rp806,31 triliun. Pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp271,95 triliun, multilateral Rp491,71 triliun, dan commercial banks Rp42,66 triliun.
Menurut Kemenkeu, penambahan utang sebagian besar terjadi sejak tahun 2020 karena adanya badai Covid-19 yang menimbulkan krisis kesehatan, krisis sosial serta krisis kemanusiaan.
Meski demikian, Kemenkeu mencatat rasio utang terhadap PDB masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.
"Dalam usaha menyehatkan APBN, Pemeritah mengelola portofolio utang agar optimal, sehingga peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien,"demikian dikutip dari laporan APBN Kita edisi Juli 2022, Senin (1/8/2022).
(Baca Juga: Ada Ancaman Resesi? Ini Kondisi Ekonomi Makro Indonesia)