Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp48,44 triliun.
Nilai itu meroket 43,86% secara bulanan (month-to-month/mtm) dari September 2024 yang sebesar Rp33,67 triliun. Nilai Oktober 2024 juga sudah melonjak 124,57% dari awal tahun kalender (year-to-date/ytd) yang sebesar Rp21,57 triliun.
Sementara bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), nilai aset Oktober 2024 naik 361,33% dari Oktober 2023 yang sebesar Rp10,5 triliun.
Kepala Bappebti Kasan merincikan, nilai akumulasi sepanjang Januari—Oktober 2024 telah menembus Rp475,13 trilun. Nilai tersebut pun meningkat 352,89% (yoy) dari akumulasi periode tahun lalu sebesar Rp104,91 triliun.
"Hal ini membuktikan perdagangan aset kripto merupakan salah satu pilihan perdagangan yang diminati masyarakat,” kata Kasan dalam keterangan tertulis pada Kamis, (21/11/2024).
Kasan mengungkapkan, perkembangan transaksi aset kripto akan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Sejak 2022 sampai dengan Oktober 2024, penerimaan pajak dari transaksi aset kripto mencapai Rp942,88 miliar.
Adapun jumlah pelanggan aset kripto hingga Oktober 2024 mencapai 21,63 juta pelanggan. Sementara itu, pelanggan yang aktif bertransaksi melalui Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) dan Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) pada Oktober 2024 berjumlah 716 ribu pelanggan.
Jenis aset kripto dengan nilai transaksi terbesar di PFAK pada Oktober 2024 yaitu Tether (USDT), Ethereum (ETH), Bitcoin (BTC), Pepe (PEPE), dan Solana (SOL).
Kasan berujar, peningkatan jumlah pelanggan saat ini menunjukkan potensi pasar aset kripto di Indonesia yang masihsangat besar. Ke depan, kata dia, Indonesia diharapkan mampu menjadi salah satu pemimpin pasar kripto di dunia.
(Baca juga: Nilai Transaksi Aset Kripto Capai Rp49,82 Triliun pada Mei 2024)