Menurut survei TIFA Foundation, jurnalis Indonesia merasa ada berbagai ancaman yang mereka hadapi lima tahun ke depan atau selama era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas jurnalis merasa cemas terhadap masa depan kebebasan pers, khususnya di tengah transisi pemerintahan baru," kata TIFA Foundation dalam laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024: Ancaman dan Risiko Keselamatan Jurnalis pada Masa Transisi.
>
"Bentuk kekerasan yang diperkirakan meningkat dalam lima tahun mendatang adalah pelarangan liputan (56%) dan larangan pemberitaan (51%)," kata mereka.
Ada juga jurnalis yang mencemaskan teror dan intimidasi, serangan digital, penghapusan hasil liputan, dan lain-lainnya seperti terlihat pada grafik.
Survei ini juga menemukan, sebanyak 79% responden jurnalis merasa terancam atau tertekan pada masa transisi pemerintahan baru.
"Meskipun kondisi pada masa transisi cukup mengancam, namun mayoritas responden (82%) mengaku media tempat mereka bekerja sudah cukup independen," kata mereka.
TIFA Foundation menggelar survei ini melalui kerja sama dengan Populix, dengan melibatkan 760 responden jurnalis aktif.
Mayoritas responden merupakan jurnalis lapangan (68%), diikuti editor/redaktur (17%), pemimpin redaksi (10%), dan redaktur pelaksana (6%).
Responden tersebar di Pulau Jawa (48%), Sumatera (19%), Kalimantan (9%), Bali-Nusa Tenggara (6%), Papua (5%), dan Maluku-Maluku Utara (5%).
Pengambilan data dilakukan pada 30 Oktober-6 Desember 2024 menggunakan dua metode, yakni kuantitatif dan kualitatif.
Selain survei, mereka juga mengambil data sekunder berupa data kekerasan terhadap jurnalis yang dihimpun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam lima tahun terakhir, serta wawancara mendalam dengan sejumlah stakeholder di bidang media.
(Baca: Kasus Serangan Berbasis Digital terhadap Jurnalis di Indonesia Terus Terjadi)