Pandemi virus corona Covid-19 telah mengganggu fungsi intermediasi perbankan nasional. Demi menjaga rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), pemerintah pun melakukan relaksasi restrukturisasi kredit.
Sejalan dengan itu, Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 1.066,16 triliun pada kuartal II-2021. Nilai tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi kuartal II-2020 yang hanya Rp 871,58 triliun.
Sektor perdagangan mencatatkan nilai restrukturisasi kredit terbesar pada paruh kedua tahun ini, yakni Rp 301,09 triliun. Nilai tersebut naik 1,79% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Di sektor industri, nilai restrukturisasi kredit tercatat sebesar Rp 161,84 triliun pada kuartal II-2021. Nilainya meningkat 5,99% dibandingkan pada kuartal II-2020 (yoy).
Nilai restrukturisasi kredit di sektor jasa naik 34,05% (yoy) menjadi Rp 103,97 triliun. Kemudian, nilai restrukturisasi kredit di sektor konstruksi meningkat 87,96% (yoy) menjadi Rp 100,99 triliun.
Adapun, rasio NPL bruto perbankan sebesar 2,53% pada akhir 2019 atau sebelum terjadi pandemi corona. Angkanya telah meningkat 71 basis poin (bps) menjadi 3,24% pada pertengahan tahun ini.
Sementara, risiko kredit (loan at risk/LaR) perbankan sebesar 22,67% hingga akhir kuartal II-2021. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada kuartal II-2020 yang sebesar 20,66%.
(Baca: Rasio Kredit Bermasalah Perbankaan Terus Meningkat Akibat Pandemi)