Berdasarkan laporan Climate Transparency Report: Comparing G20 Climate Action 2022, bauran energi Indonesia didominasi oleh bahan bakar fosil pada 2021.
Proporsinya mencapai 71%. Angka ini lebih rendah dari rata-rata negara G20 yang mencapai 81% hingga periode tersebut.
Komponen bahan bakar fosil terbesar berasal dari minyak yakni 30%. Disusul batu bara 29% dan gas fosil 11%.
Climate Transparency menyebut, pangsa bahan bakar fosil secara global harus turun menjadi 67% dari total energi primer global pada 2030 dan turun lagi menjadi 33% pada 2050.
Bauran energi Indonesia berikutnya adalah energi terbarukan, tidak termasuk biomassa tradisional, yang menyumbang 20% dan bauran energi lainnya sebanyak 6% dari pasokan energi.
Sebagai catatan, bauran energi ini mencakup semua pasokan energi Tanah Air, termasuk energi yang digunakan untuk pembangkit listrik, pemanas, pending, dan bahan bahar transportasi.
Sementara itu, Indonesia menargetkan netralitas karbon pada 2060 dengan menandatangani deklarasi Global Coal to Clean Power.
Melalui deklarasi tersebut, Indonesia berkomitmen untuk berupaya mencapai penghapusan batu bara pada 2040, bergantung pada dukungan keuangan dan teknis.
Lalu pada November 2021, sebagai bagian dari Friends of Indonesia Renewable Energy (FIRE), pemerintah merencanakan untuk menonaktifkan kapasitas batu bara sebesar 9,2 GW pada 2030. Target tersebut dinilai lebih tinggi dibanding target Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang hanya 1,1 GW.
(Baca juga: Kapasitas Energi Terbarukan Indonesia Tergolong Rendah di Antara Negara G20)