PT Pertamina (Persero) bakal meluncurkan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru, yakni campuran pertamax dengan nabati etanol atau bioetanol. Rencana itu diperkirakan dieksekusi Juni 2023 ini.
Dilansir CNN Indonesia, bioetanol adalah satu dari berbagai bentuk energi terbarukan yang dapat diproduksi dari tumbuhan melalui proses fermentasi. Etanol sendiri dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, misalnya tebu.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menuturkan etanol yang akan dipakai berasal dari molases tebu. Dalam hematnya, transisi energi bukan sekadar menurunkan karbon emisi, tapi lebih penting untuk mewujudkan kemandirian energi.
Di balik rencana itu, sebenarnya negara mana yang mampu memproduksi etanol dalam jumlah besar?
Dari data Renewable Fuels Association (RFA), produsen etanol terbesar di dunia adalah Amerika Serikat (AS), yang bisa mencapai 15,01 juta galon pada 2021. Angka itu setara dengan 55% produksi sedunia.
Capaian AS 2021 pun meningkat dari tahun sebelumnya yang memproduksi 13,94 juta galon etanol.
Produsen kedua terbesar adalah Brasil, yang mampu memproduksi 7,32 juta galon pada 2021. Ukuran persentasenya cukup jauh di bawah AS, yakni 27% dari total produksi dunia.
Sayangnya, capaian itu mengalami penurunan dari 2020 yang justru bisa memproduksi 8,1 juta galon.
Dengan jarak yang jauh di urutan ketiga, ada Uni Eropa yang mampu memproduksi 1,35 juta galon pada 2021. Angka ini setara 5% dari produksi dunia. Sisanya, terlampir pada grafik di atas.
Terkait kebutuhan untuk jenis BBM baru, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, saat ini total produksi bioetanol fuel grade baru mencapai 40.000 kiloliter (kl) per tahun.
Angka itu jauh di bawah kebutuhan 696.000 kl per tahun untuk pengimplementasian tahap awal di daerah Jawa Timur dan Jakarta.
(Baca juga: RI Mau Campur Bensin dengan Bioetanol, tapi Pasokan Minim)