Menurut data International Energy Agency (IEA), sepanjang tahun 2021 nilai subsidi bahan bakar minyak (BBM) kendaraan di seluruh dunia mencapai US$92,64 miliar.
Subsidi BBM global tersebut meningkat 145% atau naik sekitar 2,5 kali lipat dibanding tahun 2020 yang nilainya hanya US$37,75 miliar.
Negara pemberi subsidi BBM terbesar pada tahun 2021 adalah Iran, yakni US$17,19 miliar. Kemudian Indonesia berada di peringkat kedua dengan nilai subsidi BBM US$13,1 miliar.
Ini merupakan peningkatan siginifikan, karena pada tahun 2020 Indonesia masih berada di peringkat ke-6 global dengan nilai subsidi BBM US$2,49 miliar.
Pada tahun 2022 pemerintah Indonesia pun mulai mengurangi subsidi BBM dan mengalihkan dananya ke sektor lain. Pasalnya, pemberian subsidi kerap tak tepat sasaran.
"Lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi. Mestinya, uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu," kata Presiden Jokowi pada 3 September 2022, tepat setelah pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertamax, Pertalite, dan Solar.
Hal ini sejalan dengan sikap IEA yang menilai subsidi BBM sebagai kebijakan kurang berkelanjutan.
"IEA sudah lama menganjurkan penghapusan atau setidaknya pengurangan subsidi bahan bakar fosil, karena hal itu mendistorsi pasar, mengirimkan sinyal harga yang salah kepada masyarakat, memperlebar defisit fiskal di negara berkembang, dan menghambat adopsi energi terbarukan yang lebih bersih," kata IEA di situs resminya.
(Baca: Tren Konsumsi BBM Pertalite Meningkat Pesat sejak 2015)